JAKARTA – Maraknya penggunaan aplikasi digital telah mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia.
Saat ini tidak perlu jauh-jauh bepergian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, cukup dengan sebuah alat yang dikenal dengan telepon pintar (smart phone).
Saat ini banyak hal dapat dilakukan mulai dari membeli makanan, berbelanja kebutuhan harian, melakukan transaksi keuangan, sampaimempromosikan usaha dan mengelola keuangan usaha.
Dampak dari Covid-19 yang lalu telah menimbulkan permasalahan yang signifikan dalam perekonomian.
Alhasil, mendorong masyarakat lebih kreatif membangun usaha kecil agar dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
BPS mencatat, prosentase rumah tangga yang memiliki telepon seluler sudah mencapai 90.54% dan prosentase penduduk (individu) yang memiliki telepon seluler mencapai 65,87% pada tahun 2021 (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2021).
Berbagai aplikasi canggih ini memberikan banyak kemudahan bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk berkreasi mempromosikan produk bahkan sampai dengan menjualnya.
Salah satu kelompok masyarakat yang juga pelaku UMKM adalah perempuan disabilitas.
Dari hasil survey yang dilakukan HWDI pada bulan November-Desember 2022 dengan jumlah responden 695, ditemukan prosentase responden yang berwirausaha mencakup sekitar sepertiga dari jumlah responden.
Sempitnya kesempatan dan lapangan kerja bagi mereka menjadikan berwirausaha adalah alternatif terbaik yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, belum semua informasi dan pelatihan kewirausahaan yang diberikan mudah untuk diakses oleh penyandang disabilitas.
Serta tidak semua aplikasi-aplikasi canggih ini menyadari pentingnya aksesibilitas bagi semua orang sehingga aplikasi yang mereka kembangkan masih belum ramah bagi penyandang disabilitas.
Hal ini menyebabkan penyandang disabilitas khususnya perempuan disabilitas mengalami hambatan dalam mengembangkan usahanya.
HWDI sebagai organisasi penyandang disabilitas yang memperjuangkan kesetaraan hak bagi perempuan disabilitas menginisiasi sebuah pelatihan.
Tema pelatihan; “Perencanaan dan Manajemen Keuangan Digital Bagi Wirausaha UMKM Perempuan Disabilitas”.
Tujuannya untuk dapat meningkatkan pemahaman perempuan disabilitas tentang cara mengelola usaha kecil serta mengelola keuangan menggunakan aplikasi digital.
Sekitar 100 orang perempuan disabilitas pelaku UMKM di seluruh Indonesia diharapkan dapat mengikuti pelatihan ini.
Revita Alvi, Ketua Umum HWDI menjelaskan, pelatihan didukung Women’s World Banking dan bimbingan sebagai salah satu anggota dari Koalisi Women Digital Financial Inclusion (WDFI).
Pada pelatihan ini, HWDI bekerjasama dengan SMART DNA Indonesia serta aplikasi manajemen keuangan digital Labamu.
Labamu adalah sebuah aplikasi manajemen keuangan digital yang berkomitmen memberikan kemudahan mengakses layanan keuangan bagi semua orang termasuk perempuan disabilitas.
“Harapan kami, peran serta perbankan, pelaku usaha jasa keuangan, dan stakeholder lainnya sebagai penyedia layanan keuangan dapat membawa dampak positif dan berkelanjutan,” ungkap Revita.
“Untuk meningkatkan aksesibilitas dan menyelesaikan berbagai isu yang dihadapi oleh kelompok masyarakat marginal khususnya perempuan disabilitas dalam mengakses berbagai layanan keuangan,” tambahnya.
Pelatihan dilaksanakan dengan dua metode yaitu tatap muka/luring bagi mereka yang berada di wilayah Jakarta pada 1 dan 2 Februari 2023 di hotel Des Indes, Menteng, Jakarta Pusat.
Serta secara daring melalui aplikasi zoom pada tanggal 8 dan 9 Februari 2023 bagi mereka yang berada di luar Jakarta.
“Kami berharap dan yakin dengan adanya Labamu bisa membantu rekan-rekan UMKM di bawah HWDI dalam pengelolaan pencatatan dan pengembangan bisnisnya,” ungkap Arnold Sebastian Egg, Direktur PT Laba Kita Bersama dan juga Founder dan CEO dari perusahaan teknologi bernama Sprout Digital Lab.
“Bersama Labamu kita bisa tumbuh dan sukses bersama, dan kami sangat terbuka untuk segala masukan yang ada khususnya dari pelaku UMKM disabilitas,” tambah Arnold.
Melalui pelatihan ini diharapkan perempuan disabilitas dapat lebih meningkatkan kapasitas dalam membuat perencanaan.
Selanjutnya, semakin banyak lapisan masyarakatpengembang aplikasi digital maupun pemberi pelatihan yang memahami kebutuhan penyandang disabilitas.
Serta menciptakan program-program yang dapat mengikutsertakan perempuan disabilitas.
Reportase: Ichwan S