Home Opini Imigrasi Bertugas ke Palestina

Imigrasi Bertugas ke Palestina

by Slyika

Menyikapi situasi yang semakin memburuk di Palestina khususnya di Gaza dan Rafah pemerintah telah berkomitmen untuk melakukan tugas kemanusian.

Pemerintah melalui Jenderal Agus Subiyanto Panglima TNI menyatakan di hadapan Komisi I DPR di Jakarta Kamis (6/6/24) bahwa TNI sudah menyiapkan 1.394 personel pasukan perdamaian untuk melaksanakan misi perdamaian di Gaza.

Pasukan tersebut akan ditugaskan di bidang pengamanan, pembangunan fasilitas umum hingga tenaga medis.

Bantuan Indonesia untuk Gaza TNI telah menyiapkan bantuan lanjutan untuk dikirimkan ke Gaza yang berupa dua kapal rumah sakit apung, yaitu KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 dan KRI dr Soeharso-990, beserta perlengkapannya.

Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen R Nugraha Gumilar memastikan bantuan tersebut akan dikirimkan jika gencatan senjata telah terjadi di Gaza dan pihak TNI mendapatkan mandat dari PBB.

“Dua kapal RS untuk merawat pasien di tempat. Dua kapal RS dan rumah sakit lapangan untuk merawat pasien di Gaza, jika sudah ada mandat PBB,” terangnya sebagaimana dilansir dari media nasional, Minggu (9/6/24).

TNI juga menyiapkan dua rumah sakit di Indonesia yaitu Rumah Sakit Pusat TNI AD (RSPAD) Gatot Soebroto dan Rumah Sakit Pangsar Soedirman Kementerian Pertahanan jika ada pasien yang perlu dibawa ke Indonesia.

Kedua rumah sakit itu bisa menampung sampai 1.000 pasien. Rencananya, 1.000 pasien dari Gaza itu akan dibawa menggunakan salah satu dari dua kapal RS atau pesawat TNI AU.

Seperti dalam opini saya sebelumnya yang berjudul Peraturan Presiden Untuk Warga Negara Palestina, saya tetap mengharapkan bahwa untuk misi kemanusiaan dimaksud terdapat payung hukum berupa Peraturan Presiden.

Apalagi Panglima TNI telah menyatakan bahwa kemungkinan akan melibatkan warga sipil dalam Brigade Komposit yg akan dikirim untuk operasi kemanusiaan di Jalur Gaza.

Kemungkinan itu disampaikannya dalam sesi tanya jawab acara silaturahmi dan tukar pikiran dengan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor Pusat MUI, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/24).

Oleh karena misi kemanusiaan tersebut menyangkut warga negara asing dan merupakan korban perang, tentu harus melibatkan berbagai kementerian, lembaga negara dan berbagai elemen masyarakat kita sehingga ruang lingkupnya menjadi luas dan oleh karenanya Peraturan Presiden Tentang Misi Kemanusiaan Palestina, merupakan payung hukum yang sangat tepat.

Menurut hemat penulis, pimpinan dari kegiatan ini adalah Kemenko Polhukam.

Dalam Perpres tersebut kiranya mencakup antara lain pengaturan atas organisasi misi kemanusiaan, pengaturan pengangkutan/evakuasi, pengaturan keimigrasian, perawatan kesehatan, pelaksanaan proses pendidikan dan yang tidak kalah penting adalah pengaturan pasca perawatan kesehatan dan proses pendidikan agar mereka pada kesempatan pertama dipulangkan ke negaranya guna mempertahankan dan berkarya mengisi kemerdekaan yang telah diraihnya.

Kita tidak siap untuk menampung mereka selamanya.

Selain itu, harus diatur juga pembebanan biaya yg timbul dari kegiatan pra evakuasi, evakuasi dan pasca evakuasi.

Dalam urusan keimigrasian, orang asing yang tinggal di wilayah Indonesia harus membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP Keimigrasian) izin tinggal dan tentu juga harus ada biaya pendidikan dan biaya perawatan kesehatan.

Materi Keppres lainnya adalah pengaturan masalah teknis keimigrasian. Hal ini karena bagi orang asing yang akan masuk ke wilayah Indonesia harus memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku.

Nah, masalahnya apakah WN Palestina yang akan dibawa masuk ke wilayah Indonesia itu semuanya telah memiliki paspor atau Surat Perjalanan Laksana Paspor/SPLP atau (Travel Document in Lieu of Passport).

Dalam keadaan normal saja, mungkin WN Palestina itu sulit untuk mendapatkan paspor atau SPLP, sedangkan saat ini keadaannya tidak normal karena dalam situasi perang dan proses genosida.

Selain itu, dalam Perpres juga personel imigrasi harus masuk di dalamnya agar bisa mendapatkan landasan hukum yang kuat untuk turut serta menjemput bola ke luar wilayah Indonesia guna melakukan verifikasi atas dokumen keimigrasian para WN Palestina korban perang itu sebelum mereka menuju dan masuk tiba di wilayah Indonesia.

Petugas imigrasi harus ada dalam alat angkut misi kemanusiaan itu agar ketika tiba di tanah air, mereka para orang asing itu telah melewati proses pemeriksaan keimigrasian (immigration clearance) dan jika ada yang tidak memenuhi persyaratan keimigrasian, sudah dapat dipilah sesuai permasalahannya atau diantisipasi untuk mencari solusinya.

Jika ternyata ada diantara mereka, secara keimigrasian tidak memenuhi syarat untuk diberikan visa, izin masuk dan izin tinggal di Indonesia, maka materi Keppres itulah yang harus mengaturnya sebagai solusinya.

Bayangkan jika kita ujug-ujug menampung orang asing untuk dirawat di suatu RS di Indonesia padahal orang asing itu tidak memiliki identitas sama sekali atau tidak memiliki paspor, visa dan izin tinggal; tentu akan timbul masalah baru karena kita seolah mengundang imigran gelap untuk tinggal dan berkegiatan di Indonesia.

Masalahnya akan semakin besar, jika jumlah mereka juga besar, berjumlah ribuan berstatus sebagai imigran gelap.

Dodi Karnida HA

Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulsel 2020-2021

You may also like

Leave a Comment