BANDUNG – Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana mengungkapkan, di era Society 6.0, di mana teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat, perguruan tinggi Islam perlu berbenah diri untuk meningkatkan daya saingnya di kancah global.
Era Society 6.0, yang diprediksi akan segera datang, menuntut perguruan tinggi Islam untuk lebih adaptif dan inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang baru.
Hal itu disampaikan Dr Aqua Dwipayana menjelang kehadirannya di Kota “Kembang” Bandung. Pada hari kedua di pekan kedua Juli 2024 ini, Dr Aqua Dwipayana giliran melawat ke Kota “Parijs van Java” Bandung.
Di kota berhawa sejuk tersebut, doktor komunikasi yang telah berbicara di depan jutaan publik di dalam negeri dan mancanegara itu akan menyampaikan sharing komunikasi dan motivasi di lingkungan akademik.
Selasa 9 Juli 2024 ini, pria dengan jejaring pertemanan sangat luas tersebut berbicara di depan para pejabat struktural Universitas Islam Bandung (Unisba) dalam sharing komunikasi dan motivasi bertajuk “Menjadi Perguruan Tinggi Islam Berdaya Saing Global di Era Society 6.0”.
Sharing yang dirangkaikan dengan rapat kerja itu diikuti lebih dari seratus peserta dari para unsur pimpinan di lingkungan Unisba dan berlangsung di Swiss Belresort Dago Heritage, Jalan. Lapangan Golf Dago Atas No. 78 Bandung.
Dr Aqua Dwipayana hadir sebagai pembicara utama. Juga satu-satunya narasumber dari luar Unisba.
Sebelumnya, di sela jadwalnya yang padat, Jumat 28 Juni 2024, Dr Aqua Dwipayana sengaja ke Bandung.
Agendanya silaturahim ke Rektor Unisba Prof Edi Setiadi dan Wakilnya Prof Atih Rohaeti Dariah.
Dr Aqua Dwipayana khusus menemui dua guru besar itu untuk mendapatkan info detil tentang Unisba. Sebagai bahan buat Sharing Komunikasi dan Motivasi di universitas terkemuka tersebut.
“Terima kasih banyak Pak Edi dan Bu Atih untuk semua informasinya tentang Unisba. Ini rezeki sekaligus amanah untuk saya bisa sharing bersama para saudara dari salah satu perguruan tinggi terkemuka di Jawa Barat yakni Unisba,” ucap pria sederhana yang rendah hati itu.
Pemanfaatan Teknologi
Menurut doktor Komunikasi lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tersebut, salah satu manfaat utama pemanfaatan teknologi dalam perguruan tinggi adalah memperluas akses terhadap sumber belajar.
Adanya platform pembelajaran daring, mahasiswa dapat mengakses materi kuliah, tugas, dan sumber belajar lainnya secara fleksibel, kapanpun dan di manapun.
Hal ini tidak hanya memudahkan proses belajar mengajar, tetapi juga meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran.
“Selain itu, pemanfaatan teknologi juga dapat memperkaya metode pembelajaran. Berbagai aplikasi dan perangkat lunak pendukung pembelajaran dapat membantu dosen dalam menyampaikan materi secara interaktif dan menarik. Misalnya, penggunaan platform kelas daring, simulasi virtual, atau media pembelajaran audio visual bisa membuat pembelajaran lebih menarik dan mudah dipahami oleh mahasiswa,” ungkap penulis buku super best seller Trilogi The Power of Silaturahim tersebut.
Lebih jauh disampaikan Dr Aqua Dwipayana, tidak hanya dalam proses pembelajaran, teknologi juga berperan penting untuk mendukung penelitian dan riset di perguruan tinggi berbasis Islam.
Akses terhadap informasi dan jurnal ilmiah dari seluruh dunia bisa lebih mudah diperoleh melalui internet, memungkinkan dosen dan mahasiswa untuk mengembangkan riset mereka dengan lebih baik.
Selain itu, teknologi juga memungkinkan kolaborasi antarpeneliti dari berbagai negara tanpa terkendala oleh jarak geografis.
Adaptif dan Inovatif
Dalam paparan menjelang sharing, Dr Aqua Dwipayana mengungkapkan, di era Society 6.0, di mana teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat, perguruan tinggi Islam perlu berbenah diri untuk meningkatkan daya saingnya di kancah global.
Era Society 6.0, yang diprediksi akan segera datang, menuntut perguruan tinggi Islam untuk lebih adaptif dan inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang baru.
Dr Aqua Dwipayana kemudian memaparkan tentang beberapa tantangan dan peluang perguruan tinggi berbasis nilai-nialai Islam di Era Society 6.0.
“Perguruan tinggi Islam di era Society 6.0 dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain perubahan demografi. Jumlah umat Islam di dunia terus meningkat, namun proporsi pemuda Islam relatif menurun. Hal ini dapat berakibat pada berkurangnya jumlah mahasiswa di perguruan tinggi Islam,” ungkap Dr Aqua Dwipayana.
Kemudian, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat, sehingga perguruan tinggi Islam perlu beradaptasi dengan teknologi baru dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pada sisi lain, globalisasi membuka peluang bagi perguruan tinggi Islam untuk menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi lain di seluruh dunia.
Namun, globalisasi juga menimbulkan persaingan yang ketat, sehingga perguruan tinggi Islam perlu meningkatkan daya saingnya.
Di sisi lain, lebih jauh disampaikan Dr Aqua Dwipayana, era Society 6.0 juga menawarkan beberapa peluang bagi perguruan tinggi Islam.
“Peningkatan akses pendidikan ketika teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi mahasiswa di seluruh dunia, termasuk di negara-negara berkembang. Kemudian, pengembangan pembelajaran yang inovatif karena teknologi baru dapat digunakan untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih inovatif dan interaktif,” ucap mantan wartawan di banyak media besar tersebut.
Selain itu, lanjut Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat inu peluang kerjasama global.
Globalisasi membuka peluang bagi perguruan tinggi Islam untuk menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi lain di seluruh dunia untuk mengembangkan program-program baru dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Oleh karena itu, ujar Dr Aqua Dwipayana, untuk menjadi perguruan tinggi Islam yang berdaya saing global di era Society 6.0, perlu dilakukan beberapa strategi, antara lain:
-Memperkuat kurikulum: Kurikulum perlu diperbarui dengan memasukkan materi-materi baru yang relevan dengan kebutuhan era Society 6.0, seperti kecerdasan buatan, robotika, dan internet of things.
-Meningkatkan kualitas dosen: Dosen perlu dilatih untuk menggunakan teknologi baru dan mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif.
-Membangun infrastruktur yang mumpuni: Perguruan tinggi Islam perlu membangun infrastruktur yang mumpuni untuk mendukung pembelajaran daring dan pengembangan teknologi baru.
-Meningkatkan kerjasama global: Perguruan tinggi Islam perlu menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi lain di seluruh dunia untuk mengembangkan program-program baru dan meningkatkan kualitas pendidikan.
“Menjadi perguruan tinggi Islam yang berdaya saing global di era Society 6.0 bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, perguruan tinggi Islam dapat mencapai tujuan tersebut dan menjadi pelopor dalam pengembangan pendidikan Islam di era digital,” kata Dr Aqua Dwipayana menegaskan.
Perkembangan Unisba
Unisba adalah salah satu perguruan tinggi swasta tertua dan paling prestisius di Indonesia yang berkedudukan di Kota Bandung.
Lahir atas gagasan para tokoh umat Islam dan tuntutan masyarakat Jawa Barat akan adanya perguruan tinggi yang bernafaskan Islam dan melahirkan intelektual muslim.
Unisba memiliki tujuan pendidikan dalam mewujudkan mujahid (pejuang), mujtahid (peneliti) dan mujaddid (pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami.
Visi:
“Menjadi Perguruan Tinggi Islam yang Mandiri, Maju dan Terkemuka di Asia Pada Tahun 2033”.
Misi:
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang menghasilkan sumber daya manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah sebagai mujahid, mujtahid, dan mujaddid;
2. Menyelenggarakan penelitian yang menghasilkan pemikiran, konsep dan teori-teori baru bagi kemaslahatan umat;
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan; dan
4. Mengelola Perguruan Tinggi yang mengedepankan good university governance berlandaskan nilai-nilai Islam.
Nilai-nilai
Unisba telah melalui berbagai tantangan untuk mengembangkan diri menjadi perguruan tinggi Islam yang konsisten dengan cita-cita yang sudah ditorehkan oleh para pendirinya.
Kiprah yang dicita-citakan para pendiri Perguruan Islam Tinggi yang kemudian diubah namanya menjadi Unisba tersebut adalah mencetak sarjana muslim yang berwawasan luas, berakhlakul karimah, dan menjadi mujahid (pejuang), mujtahid (ilmuwan), mujaddid (pembaharu).
Tagline untuk memperkuat posisi Unisba adalah “Excellent in Islamic Spirit”.
Pimpinan: Prof Dr Edi Setiadi, SH. M.H (Rektor Unisba).
Nilai-Nilai yang selalu ditekankan Rektor kepada semua jajaran: Implementasi Ruhul Islam dalam setiap kegiatan.
Sejarah
Tahun 1957, sejumlah tokoh umat Islam Jawa Barat bersama beberapa ulama yang pada saat itu menjadi anggota konstituate, menggagas kaderisasi pemimpin umat yang faqih fiddin di masa mendatang.
Pada tanggal 15 Nopember 1958, gagasan tersebut diwujudkan melalui pendirian Perguruan Islam Tinggi, di bawah Yayasan Pendidikan Islam dengan Akte Notaris Lie Kwie Nio, nomor 42.
Para pendiri yang tercantum pada akte notaris yaitu : Prof. Sjafie Soemardja, dr.H. Chasan Boesoiri, Drs. Achmad Sadali, Oja Somantri, R. Kosasih, R. Sabri Gandanegara, dan Dadang Hermawan.
Pada tahun 2007 Yayasan Pendidikan Islam diubah dengan Akte Notaris Dadang Abdul Haris Kosidin, SH., Nomor 07, tertanggal 22 April 2007, menjadi Yayasan Universitas Islam Bandung (Yayasan Unisba).
Secara filosofis, di balik semua itu terkandung harapan akan pelaksanaan ajaran Islam, dalam arti yang seluas-luasnya, terutama dalam menyiapkan manusia Indonesia yang berpendidikan tinggi, bertanggung jawab terhadap bangsa, negara, dan umat manusia yang berdasarkan pada pencapaian ridha Allah SWT.
Kehadiran perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat, khususnya akan adanya perguruan tinggi bernapaskan Islam di tengah bermacam corak perguruan tinggi pada waktu itu.
Pembentukan perguruan tinggi ini mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat Jawa Barat melalui para anggota DPRD-GR Propinsi Jawa Barat.
Untuk pertama kalinya, kegiatan perkuliahan diselenggarakan di Gedung Muslimin, Jalan Palasari, nomor 9, Bandung.
Setahun kemudian, pada tahun 1960, kegiatan akademik dipindahkan ke Jalan Abdul Muis, nomor 73, Bandung.
Pada tahun 1967, Perguruan Islam Tinggi (PIT) berubah menjadi Universitas Islam Bandung (Unisba) yang dipimpin oleh Prof. T. M. Soelaeman, M.Sc., EE. Sejak tahun 1972, seluruh kegiatan universitas diselenggarakan di kampus biru, yaitu di Jalan Tamansari nomor 1 Bandung, di atas tanah seluas 10.808 m2, yang disediakan Pemerintah Daerah Kotamadya Bandung.
Berbekal swadana dan swadaya kaum muslimin, didirikan bangunan-bangunan semi permanen untuk ruang kuliah, kantor, perpustakaan, fasilitas akademik, Masjid Al-Asya’ari Unisba, dan aula serbaguna.
Karena jumlah mahasiswa semakin bertambah dan program akademik semakin banyak pada tahun 1980, dibangun kampus II di Ciburial Dago, lebih kurang 7 km dari kampus di Tamansari.
Kampus II tersebut dibangun pada lahan sumbangan dari H. Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri pada waktu itu).
Sejak tahun 1987, seluruh kegiatan akademik dan kemahasiswaan dipusatkan kembali di kampus Jalan Tamansari, sedangkan kampus II Ciburial digunakan untuk kegiatan pesantren mahasiswa, pertemuan-pertemuan ilmiah, penataran, dan pelatihan.