Home Berita Garuda Muda Gagal di Piala Dunia U-17 2023, Stop dan Tak Perlu Bully Pemain

Garuda Muda Gagal di Piala Dunia U-17 2023, Stop dan Tak Perlu Bully Pemain

by Slyika

SOLO – Mantan pemain timnas Indonesia, Trimur Vedhayanto, merasa sangat prihatin dengan berbagai cacian yang diluapkan kepada Timnas Indonesia U-17 usai gagal melaju ke babak 16 Piala Dunia U-17 2023.

Trimur yang sempat menimba ilmu di Italia bersama PSSI Baretti itu mengatakan, serangan yang marak terjadi di media sosial semacam ini sangat berbahaya bagi mental para pemain timnas U-17.

Apalagi, pemain masih berusia remaja dan tak sedikit di antara mereka yang akrab dengan medsos.

Sudah pasti info-info negatif di medsos cepat atau lambat bakal mampir di beranda mereka.

“Saya berharap, rekan-rekan media dan masyarakat selalu memberikan support adik-adik timnas U-17,” kata Trimur di Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Hotel Solia Zigna Kampung Batik, Solo, Minggu (19/11/23).

“Mereka punya talenta yang bagus. Semoga ke depannya bisa menjaga mereka agar punya mental yang kuat,” lanjutnya.

Trimur menjelaskan, para pemain muda membutuhkan dukungan dari banyak pihak di tengah situasi sulit semacam ini.

Motivasi diperlukan agar mereka bisa kembali bangkit dan melanjutkan proses panjang menjadi pesepak bola.

“Setelah mereka gagal, jangan langsung diserang. Dan, tak perlu ada bully-an. Buat apa melakukan hal-hal seperti itu. Saya berharap kita semua bisa memberi motivasi untuk pemain timnas U-17,” tuturnya.

“Dengan demikian anak-anak ini selalu termotivasi agar terus melanjutkan prosesnya menjadi pemain profesional,” ujarnya lagi.

Penggunaan media sosial, menurut Trimur, juga harus diperhatikan para pemain.

Pasalnya, datangnya tekanan saat ini memang lebih banyak berasal dari dunia maya.

Oleh karena itu, pelatih harus lebih bijak mengatur para pemain dalam menggunakan sosial media.

“Pemain harus pintar-pintar dalam menggunakan media sosial. Ini dilakukan untuk menghindari komentar-komentar yang menyakitkan,” kata Trimur.

“Zaman dulu, kami paling hanya diteriakin di lapangan saja. Setelah itu sudah lupa,” jelasnya.

“Kalau zaman sekarang kan berbeda. Jejak digital itu akan terus ada. Oleh karena itu, hal-hal di medsos tak perlu terlalu digubris,” katanya.

“Sepak bola kan hanya soal menang atau kalah. Kalau kalah, ya berlatih dan belajar lagi. Begitulah proses pesepakbola,” ujar dia menambahkan.

Dari segi kualitas, Trimur mengakui bahwa kemampuan pemain-pemain era sekarang tak jauh berbeda dengan di eranya.

Hanya saja, aspek yang masih butuh ditingkatkan lagi ialah mentalitas.

“Kalau dibandingkan dengan era saya, sepak bola zaman dahulu sangat identik dengan perjuangan. Sedangkan era sekarang mungkin aspek ini masih kurang terasah,” ujar lelaki yang kini menetap di Salatiga itu.

“Itu yang membuat pemain-pemain punya mentalitas yang tangguh. Jadi, adik-adik pemain sekarang memang harus diasah lagi mentalnya,” katanya.

“Bedanya cuma itu. Sebab, dari aspek skill dan kualitas hampir sama sebetulnya,” tambahnya.

Ayah dari pemain Madura United, Kartika Vedhayanto, ini juga mengusulkan kepada PSSI agar tetap mempertahankan Timnas Indonesia U-17 menjadi satu tim yang sama.

Tim ini bisa dikirim ke luar negeri sama seperti program PSSI Primavera dan Baretti di era 1990-an.

“Saya juga berharap PSSI bisa menyatukan para pemain Timnas Indonesia U-17 ini menjadi satu tim,” jelasnya.

“Pemain-pemain yang terbaik bisa juga dititipkan ke klub-klub. Selain itu, pelatihnya juga bisa tetap mendamping, setidaknya hingga level U-20,” katanya lagi.

“Kalau Bima Sakti bisa terus mendampingi, mereka akan menjadi keluarga. Ini akan berpengaruh. Para pemain akan tetap hormat dan segan dengan pelatihnya,” tuturnya.

“Semoga saja Bima Sakti xs bisa mendampingi pemain ini hingga di usia 20 tahun,” ujarnya lagi.

You may also like

Leave a Comment