Saat ini perekonomian desa mulai menampakkan perubahan dengan hadirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes merupakan lembaga yang formal dan sangat dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat pedesaan.
BUMDes saat ini sudah memiliki payung hukum yang kuat dalam bentuk undang-undang. Sejak diundangkannya UU No 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, telah menguatkan posisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai badan hukum. Payung hukum ini tentu ibarat “sandaran” kuat bagi BUMDes.
“Hanya saja, ada rasa khawatir, ada undang-undang tapi implementasinya tidak sesuai dengan visi, misi, dan tujuan dari BUMDes itu sendiri. Selama ini, pemerintah memberikan akses yang luar biasa besar kepada konglomerat, namun kepada BUMDes masih belum sesuai harapan,” ujar Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung.
Hal ini disampaikan dalam Webinar bertajuk “BUMDes: Potensi Ekonomi Baru Siap Majukan Desa”, (27/4) di Jakarta. Selain Prof. Suyatno, pembicara lainnya adalah Ir. Harlina Sulistyo, M.Si (Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) dan Budiman Sujatmiko (Ketua Pelaksana Bukit Algoritma, Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia).
Menurut Prof. Suyatno, perlu didorong oleh pro dan kebijakan pemerintah, bahwa BUMDes adalah betul-betul sebagai wadah ekonomi rakyat di desa.
“Dengan adanya komitmen pemerintah terhadap BUMDes, kita optimis perkembangan ekonomi di desa akan menjadi pilar ekonomi masyarakat,” tambahnya.
Pemerintah memiliki kewajiban dan tanggungjawab moral serta sosial terhadap tumbuh dan berkembangnya BUMDes. Ruang BUMDes harus mendapatkan support, terutama dari sisi regulasi, aspek permodalan, dan aspek kemudahan berusaha di tingkat desa.
BUMDes harus diberikan fasilitas-fasilitas oleh pemerintah agar lembaga keuangan ini benar-benar mampu menggerakkan perekonomian di desa.
“Pemberian fasilitas ini, pemerintah tidak akan rugi, karena kalau rakyat di desa bisa berusaha dan sejahtera, maka pertumbuhan ekonomi di sektor riil akan nyata dan terus berkembang, juga akan dinikmati oleh masyarakat paling bawah,” katanya.
Dikader Melalui Kampus
Kemampuan sumberdaya manusia (SDM) menjadi kunci keberhasilan atau berkembang atau tidaknya BUMDes. Untuk meningkatkan skill SDM ini, peran kampus akan sangat dibutuhkan. Tanpa adanya sinergi dengan kampus, maka akan sulit BUMDes untuk berkembang lebih maju.
Menurutnya, saat ini kampus sudah mulai dilibatkan untuk turut serta membangun desa. Sebagai contoh, kampus sekarang mulai dilibatkan untuk mengelola dana desa, agar tepat sasaran dan tepat guna dalam hal pemanfaatan dana desa.
Ada dua keterlibatan kampus dalam hal ini, yakni keterlibatan langsung dan tidak langsung. Keterlibatan kampus, secara langsung, lembaga pendidikan ini memiliki kewajiban menyiapkan SDM yang kuat dan tangguh untuk menangani BUMDes. Secara tidak langsung, kampus bisa melibatkan para dosen dan mahasiswa dalam rangka memberikan pendampingan.
“Dua sisi ini harus sama-sama tangguh: SDM pengelola BUMDes dan pendamping dari kampus, harus sama-sama tangguh. Dengan begitu, para intelektual yang sudah dibentuk melalui sinergi ini bisa kembali ke desa untuk membangun desanya,” ujarnya.
Ia mengakui, selama ini keterlibatan kampus dalam pengembangan BUMDes belum maksimal hasilnya, karena sifatnya masih “tambal sulam” dan pendampingan. Belum betul-betul fokus. Untuk bisa mencapai hasil yang maksimal, perlu ada pemetaan bersama agar bisa dibangun dan dikembangkan secara menyeluruh.
Strategi peningkatan kualitas SDM BUMDes, menurutnya, bisa dilakukan melalui pengkaderan melalui jalur kampus. Anak-anak muda di desa yang terpilih, dikader melalui kampus secara khusus untuk menjadi SDM-SDM handal menangani desanya.
“Kita kuliahkan mereka ke kampus-kampus. Setelah selesai kuliah, mereka ada semacam ikatan dinas kembali ke desa untuk membangun desanya melalui BUMDes,” katanya.
Soal biaya, lanjutnya, bisa ditanggung secara sinergi antara dari dana desa dan dari kampus. Kita bisa membuat kontrak semacam “ikatan dinas”. Karena dibiayai oleh pemerintah desa dan kampus, maka setelah lulus mereka harus siap untuk mengabdi di desanya untuk menjalankan program-program BUMDes.
“Nah, sarjana desa Ikatan dinas ini tidak diperbolehkan merantau ke kota atau daerah lain. Jadi, mereka benar-benar dipersiapkan secara khusus untuk menjadi ‘Sarjana yang Membangun Desa’. Mereka dipersiapkan untuk menjadi para enterpreneur, bukan menjadi pegawai negeri. Jika dalam jangka panjang program ini dijalankan, insya Allah BUMDes akan maju,” pungkasnya.