Kabar terbaru, secara diam-diam Presiden Jokowi memerintahkan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan (LBP) agar menyuruh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Gus Imin) untuk bersilaturrahmi ke Teuku Umar Menteng menemui Ketua Umum PDIP, Megawati.
Jokowi dan LBP berharap, Wakil Ketua DPR Gus Imin yang sudah kenal dengan penulis sejak mahasiswa dengan postur tubuhnya kecil namun lincah itu, memang dikenal sebagai politisi jago diplomasi dan licinnya melebihi belut yang paling licin sekalipun.
Keduanya berharap dengan bakat alamiahnya itu, Gus Imin akan mampu membujuk dan melunakkan hati Megawati agar mau menerima pengunduran jadwal Pemilu sekaligus Pilpres bahkan menambah masa jabatan Presiden menjadi tiga periode meski harus mengamandemen UUD 1945.
Megawati yang dikenal selalu taat pada Konstitusi itu, oleh Gus Imin dengan bakat dan kelihaian diplomasinya bisa saja nanti dibujuk dengan iming iming menjadikan Puan sebagai Wapres Jokowi jika maju tiga periode, jaminan dinasti politik Sukarno akan tetap berkuasa minimal di PDIP, usulan GBHN akan berasal dari PDIP, bahkan kekurangan dan kelemahan Megawati sebagai manusia biasa tetap akan dijaga dan dilindungi.
Memang sebelumnya di Bali, LBP gagal total membujuk Puan dengan berbagai iming iming itu, agar mau menerima pengunduran Pemilu dan otomatis Pilpres dari jadwal semula 14 Februari 2024 yang telah disepakati KPU, DPR dan Pemerintah sendiri.
Ternyata Ketua DPR Puan Maharani seperti ibunya yang selalu istiqomah untuk taat pada Konstitusi.
Jokowi dan LBP selama ini dikenal sama-sama menjadi “murid” Machiavelli, dengan menghalalkan segala cara agar tujuan politiknya untuk terus berkuasa dan mendominasi negara tercapai.
Segala cara apapun akan dilakukan keduanya meski mengorbankan jutaan rakyat dan demokrasi sekalipun asal Pemilu ditunda dan masa jabatan Presiden diamandemen jadi tiga periode.
Meski Jokowi menjadi “Petugas Partai” PDIP, namun ternyata berbeda pandangan politiknya dengan guru politiknya, Megawati. Karena keenakan, Jokowi ingin kembali menikmati kursi empuk kekuasaan sebagai RI-1, sedangkan Megawati tetap taat Konstitusi dimana masa jabatan Presiden maksimal dua periode dan setelah itu tidak dapat dipilih kembali.
Pandangan Megawati itu didukung kuat Menhan dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang juga masih memiliki ambisi meski sudah tua untuk ketiga kalinya mencoba keberuntungan untuk bisa menikmati kursi empuk RI-1.
Mengapa Jokowi nekat habis habisan membujuk Megawati ? Hal itu disebabkan menurut pandangan Jokowi dan LBP, jika Megawati berhasil dibujuk dan dilunakkan hatinya untuk mau menerima penundaan Pemilu dan sekaligus perpanjangan masa jabatan Presiden, maka para oposan lainnya akan mudah ditundukkan melalui Amandemen UUD 1945. Jadi bagi Jokowi dan LBP, Megawati dengan dukungan partainya yang besar dan otomatis lolos PT, adalah Benteng Terakhir Demokrasi di Indonesia.
Ternyata ada kesamaan antara Jokowi dan Gus Imin. Kalau Gus Imin berhasil mengalahkan guru politiknya Gus Dur dalam pertarungan politik kekuasaan untuk memperebutkan kursi Ketua Umum PKB pada zaman Presiden SBY, sekarang giliran Jokowi siap mengalahkan guru politiknya Megawati dalam pertarungan kekuasaan untuk masa jabatan Presiden tiga periode dengan dukungan “Prime Minister” LBP.
Namun syaratnya, untuk menyamai prestasi Gus Imin sebagai murid yang berhasil mengalahkan gurunya Gus Dur meski all-out didukung Preseden SBY, Jokowi sebagai murid politik juga harus mampu mengalahkan gurunya politiknya, Megawati.
Dengan demikian, kehebatan strategi politik Gus Imin belum bisa disamai Jokowi sebelum mampu menundukkan Megawati.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Jokowi ngotot penundaan Pemilu bahkan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode meski harus menabrak Konstitusi ?
Pertama, karena sombong atau takabur merasa dirinya orang yang paling mampu memimpin negara ini termasuk untuk menyelesaikan pembangunan IKN di Kalimantan Timur.
Padahal memimpin negara selama 8 tahun saja dinilai telah gagal. Terbukti angka kemiskinan semakin besar, hukum dan demokrasi hancur-hancuran, ekonomi morat marit dengan numpuk hutang mencapai hampir Rp 7.000 Triliun dan.lain lain.
Kedua, untuk menyelamatkan Dinasti Politiknya dan Dinasti Bisnisnya yang mulai dirintisnya. Jokowi merasa Dinasti Politiknya yang dipersonifikasikan kepada anaknya Gibran (Walikota Surakarta) dan menantunya Bobby (Walikota Medan) serta Dinasti Bisnis anaknya Kaesang; dirasa belum kuat untuk menghadapi gejolak politik jika Jokowi segera lengser pada tahun 2024 nanti.
Untuk itu perlu tambahan waktu berkuasa 5 tahun lagi bahkan kalau perlu seumur hidup agar dinasti politik Jokowi benar -benar kokoh.
Ketiga, Dirinya berharap nantinya Dinasti Politik Jokowi akan menggeser dan akhirnya mengalahkan Dinasti Politik Sukarno yang sudah berkuasa sejak Megawati menjadi Ketua Umum PDIP, Presiden RI hingga sekarang ini.
Jadi seharusnya Megawati bisa membaca dengan cermat strategi politik Jokowi ini, jika tidak ingin dikalahkan oleh murid politiknya sendiri, sehingga menjadi akhir dari Dinasti Politik Sukarno. Ibaratnya memelihara anak macan, setelah besar memakannya sendiri. Wallahu A’lam.
Abdul Halim
Penulis adalah Jurnalis Muslim