Home Opini Selektif Mengajar

Selektif Mengajar

by Slyika

“Beberapa waktu lalu ada seorang rektor perguruan tinggi swasta besar sengaja menemui saya. Beliau meminta saya mengajar di universitas yang dipimpinnya. Disertai syarat-syarat tertentu termasuk bersedia sewaktu-waktu datang ke kampus pada hari Sabtu dan Minggu jika memang diperlukan. Persyaratan itu dengan tegas langsung saya tolak. Saya hanya mau mengajar satu mata kuliah saja selama satu semester. Waktunya menyesuaikan dengan keluangan waktu saya,” ungkap seorang guru besar yang merupakan teman baik saya.

Profesor itu melanjutkan, “Rektor tersebut membutuhkan keilmuan saya. Beliau akhirnya mau mengikuti semua persyaratan yang saya sampaikan yakni mengajar hanya satu mata kuliah selama satu semester. Waktunya menyesuaikan ketersediaan waktu luang saya.”

Profesor itu Sabtu (17/12/22) pagi komunikasi sama saya. Kami ngobrolnya cukup lama. Mendiskusikan banyak hal termasuk tentang rektor yang memintanya untuk mengajar.

Setelah menyimak semua yang disampaikan teman yang guru besar itu, saya mengapresiasinya. Meski banyak undangan mengajar namun dia selektif menerimanya. Tidak semua dipenuhinya.

Selain itu, teman tersebut mengajukan syarat tersendiri. Tidak “tunduk” pada universitas yang memintanya mengajar. Sebagai guru besar dia tahu persis apa yang perlu dilakukannya.

Sikapnya yang selektif mengajar dan tidak ngoyo menunjukkan keprofesionalannya. Sekaligus untuk menjaga reputasinya.

“Banyak kampus yang meminta saya untuk mengajar. Skala universitasnya kecil, menengah, dan besar. Dari semua permintaan itu hanya sebagian kecil yang saya terima. Lainnya saya tolak secara halus agar tidak terkesan negatif,” terang guru besar itu.

Totalitas Jalani Profesi
Dia mengatakan tidak semua waktu yang ada digunakan untuk mengajar. Selain itu sebagai dosen dia aktif mendukung dan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Terdiri dari Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.

Jadi dosen itu juga aktif melakukan berbagai penelitian. Hasilnya buat disumbangkan ke pemerintah dan masyarakat untuk dilaksanakan.

Selain itu melakukan pengabdian kepada masyarakat. Langsung ke lapangan untuk membantu masyarakat dalam berbagai aktivitas.

Selama berteman sama dosen itu yang durasinya sudah cukup lama, saya mengamati sikapnya yang totalitas menjalani profesinya.

Juga sangat bertanggung jawab. Selalu menjaga nama baik dirinya, keluarga, dan perguruan tinggi tempatnya mengajar.

Semua sikap positifnya itu “berbuah manis”. Menghasilkan apresiasi dari banyak orang. Mereka yang mengenalnya menyampaikan pujian plus membuat rasa sungkan.

Semoga ke depan semakin banyak dosen termasuk guru besar yang bersikap seperti teman saya itu.

Sehingga keberadaannya mendapat tempat di lingkungannya dan namanya selalu harum seperti Ibu Kartini. Aamiin ya robbal aalamiin…

Dari Bogor saat menikmati kebersamaan dengan keluarga, saya ucapkan selamat berusaha menjadi profesional di bidangnya masing-masing. Salam hormat buat keluarga.

Dr Aqua Dwipayana
Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional

 

You may also like

Leave a Comment