Zakat tidak hanya berdimensi ibadah, tetapi juga mengandung kekuatan kemanusiaan dan solidaritas global.
Sebagai sistem redistribusi kekayaan, zakat berpotensi besar menanggulangi kemiskinan, mendukung aksi kemanusiaan lintas negara, dan membangun jejaring sosial internasional.
Tulisan ini menelaah landasan teologis, fakta global kemanusiaan, dan peluang integrasi zakat dalam agenda kemanusiaan internasional, sekaligus mengusulkan strategi kolaborasi antara lembaga zakat, pemerintah, dan organisasi global.
Krisis kemanusiaan dunia semakin kompleks: konflik bersenjata, bencana alam, hingga perubahan iklim menimbulkan dampak yang melintasi batas negara.
Di tengah tantangan tersebut, zakat hadir bukan hanya sebagai ibadah personal, tetapi juga sebagai mekanisme solidaritas kemanusiaan yang bersifat universal.
Di era globalisasi, zakat dapat menjadi jembatan kemanusiaan lintas bangsa dan agama.
Latar Belakang
Laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA) mencatat bahwa pada 2024 lebih dari 360 juta jiwa di 69 negara membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Di sisi lain, potensi zakat global diperkirakan mencapai lebih dari USD300 miliar pertahun.
Indonesia sendiri, dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi zakat nasional sekitar Rp327 triliun, namun realisasi baru sekitar 10–15 persen.
Potensi ini menunjukkan bahwa zakat dapat berperan sebagai dana sosial global yang signifikan jika dikelola secara profesional dan lintas negara.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan Syariah menempatkan zakat sebagai instrumen kemanusiaan global?
2. Bagaimana praktik zakat dapat mendukung agenda kemanusiaan lintas negara?
3. Strategi apa yang dibutuhkan agar zakat menjadi kekuatan humanitarian global?
Landasan Teori
1. Landasan Syariah dan Maqāṣid al-Syariah
a. QS. Al-Baqarah [2]:177 menegaskan pentingnya membantu fakir miskin dan musafir sebagai wujud kebajikan sosial.
b. Zakat sebagai bagian dari maqāṣid al-syarī‘ah menekankan perlindungan harta (ḥifẓ al-māl), jiwa (ḥifẓ al-nafs), dan solidaritas sosial.
2. Teori Humanitarian dan Filantropi Global
a. Humanitarianism menekankan prinsip kemanusiaan, kesetaraan, dan universalitas.
b. Teori Filantropi modern melihat dana sosial sebagai instrumen mitigasi bencana dan pemulihan krisis.
3. Kerangka Regulasi Internasional
a. Agenda PBB Sustainable Development Goals (SDGs) terutama Tujuan 1 (Tanpa Kemiskinan) dan Tujuan 17 (Kemitraan Global) sejalan dengan prinsip zakat.
Fakta Aktual
1. Peran Zakat dalam Krisis Internasional.
a. Lembaga zakat internasional seperti Islamic Relief Worldwide dan Qatar Charity menyalurkan zakat untuk pengungsi Suriah, Rohingya, dan Palestina.
b. Di Indonesia, BAZNAS menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk korban gempa Turki-Suriah 2023 dan konflik kemanusiaan di Gaza.
2. Potensi Dana Global.
a. Penelitian Bank Dunia (2022) memperkirakan potensi zakat dunia mencapai USD 300–350 Miliar per tahun, jumlah yang dapat menutup sebagian besar kebutuhan pendanaan kemanusiaan PBB.
3. Digitalisasi dan Kolaborasi.
a. Platform global seperti LaunchGood, GlobalSadaqah, dan aplikasi Fintech zakat memungkinkan transfer lintas negara secara cepat dan akuntabel.
Pembahasan
A. Zakat sebagai Jembatan Kemanusiaan Global.
Zakat secara prinsip melintasi batas negara dan etnis. Delapan golongan penerima zakat (asnaf) mencakup ibnu sabil (musafir/pendatang), menegaskan sifat lintas teritorial. Hal ini memungkinkan zakat dialokasikan untuk pengungsi dan korban bencana di negara mana pun, selama sesuai ketentuan Syariah.
B. Peran Strategis di Era Krisis Global.
1. Bencana Alam dan Perubahan Iklim: Zakat dapat menjadi dana cepat tanggap (emergency fund) untuk korban gempa, banjir, dan perubahan iklim.
2. Konflik dan Pengungsian: Dana zakat mendukung kebutuhan dasar pengungsi—pangan, kesehatan, pendidikan.
3. Kesehatan Global: Program zakat dapat membantu vaksinasi, pengobatan penyakit endemik, dan sanitasi air di negara miskin.
C. Integrasi dengan Ekonomi dan Diplomasi
1. Zakat dapat memperkuat diplomasi kemanusiaan Indonesia, menampilkan Islam rahmatan lil-‘alamin.
2. Kemitraan BAZNAS, Kementerian Luar Negeri, dan NGO internasional dapat meningkatkan kepercayaan dan efisiensi distribusi.
D. Tantangan Implementasi.
1. Regulasi Lintas Negara: Perbedaan hukum dan kebijakan fiskal antarnegara.
2. Transparansi dan Akuntabilitas: Kepercayaan donatur internasional harus dijaga dengan audit independen dan laporan publik.
3. Koordinasi Lembaga: Diperlukan integrasi data mustahik global untuk menghindari tumpang tindih bantuan.
E. Strategi Penguatan
1. Diplomasi Filantropi: Pemerintah memfasilitasi kerja sama antarnegara untuk distribusi zakat lintas batas.
2. Platform Digital Global: Blockchain dan big data untuk memantau alur dana zakat secara real time.
3. Standarisasi Syariah dan Akuntansi: Harmonisasi fatwa internasional dan PSAK/IFRS untuk pelaporan zakat global.
Zakat adalah instrumen kemanusiaan yang relevan secara global. Dengan potensi dana ratusan miliar dollar, zakat mampu mendukung bantuan bencana, pengentasan kemiskinan lintas negara, dan penguatan diplomasi kemanusiaan.
Prinsip universal zakat sejalan dengan tujuan kemanusiaan internasional yang menekankan keadilan dan kesejahteraan bersama.
Mengangkat zakat ke level humanitarian global bukan hanya tuntutan spiritual, tetapi strategi peradaban. Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia dapat menjadi pionir dengan mendorong sinergi antara Pemerintah, BAZNAS, Lembaga Amil Zakat, dan organisasi kemanusiaan internasional.
Dengan tata kelola profesional, transparan, dan digital, zakat dapat berkontribusi nyata bagi perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Dr. Ir. H. Narmodo, M.Ag
Penulis Pengamat Zakat Nasional dan Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta
Redaktur : Abdul Halim