Komponis, penulis lagu, dan produser legendaris Indonesia James F Sundah, yang dikenal melalui karya ikonik Lilin-Lilin Kecil yang dinyanyikan Chrisye (1977), akhirnya merilis karya baru dan istimewa berjudul Seribu Tahun Cahaya yang dirilis secara serentak dalam tiga bahasa (Indonesia, Inggris, Jepang) dari tiga benua (Asia, Amerika dan Eropa).
Jauh sebelum ini, pada tahun 1996, James F Sundah bersama Titiek Puspa, bekerjasama dengan duo musisi rock member band legendaris Scorpions, Klaus Meine dan Rudolf Schenker menciptakan lagu “When You Came Into My Life”.
Lagu ini masuk dalam album Scorpions tahun 1996, Pure Instinct yang juga menerima sertifikasi Emas di Jerman, Perancis dan Finlandia, dan kemudian diluncurkan dalam bentuk single pada tahun 1997 dengan produser David Foster.
Lagu baru yang dirilis James berjudul Seribu Tahun Cahaya bergenre Pop/EDM.
Lagu ini bukan sekadar eksperimen musikal, tetapi juga persembahan pribadi untuk sang istri, Lia Sundah Suntoso, yang menjadi inspirasi utama lahirnya lagu ini.
Diproduksi dan Didaftarkan di New York
Seribu Tahun Cahaya diproduksi oleh James di New York, dirilis melalui label lokal di sana, dan didaftarkan di US Copyright Office.
Pilihan ini lahir dari ketidakpercayaan James terhadap tata kelola sistem hak cipta di Indonesia.
“Lagu ini sebenarnya saya buat untuk istri saya sejak dua dekade lalu, tapi selalu tertunda. Setelah melewati masa kritis karena kanker, istri dan anak saya merawat saya dengan penuh kesabaran. Sebagai ungkapan syukur, saya merasa harus segera merilis lagu ini,” ujar James haru.
Lagu yang Mendahului Zaman
Karya ini mulai digarap secara serius oleh James sejak 2007, ketika genre Pop/EDM masih belum terlalu populer di Indonesia.
Mendiang Djaduk Ferianto bahkan pernah menilai musiknya “terlalu maju.”
Namun, James tetap percaya pada karyanya dan merekamnya bersama penyanyi muda berbakat Meilody Indreswari (Meilody), juara Bintang Radio RRI 2007.
Produksi dimulai pada 2011 dan rampung pada 2013, dan kemudian didaftarkan secara resmi di US Copyright Office.
Meilody mengenang pengalaman uniknya saat menyanyikan lagu ini dalam lima bahasa sekaligus sebagai guide vocal, termasuk akhirnya menjadi penyanyi pertama yang membawakan versi bahasa Jepang.
“Setiap bahasa punya pemenggalan kata berbeda. Saya harus berkali-kali take ulang, Om James sampai meminta bantuan teman native speaker untuk memeriksa lafal saya,” kenangnya.
“Bahkan lirik versi Jepang sudah kami cross-check dengan penerjemah dan publisher,” lanjutnya.
Bagi Meilody, keterlibatannya bukan sekadar tugas profesional.
“Rasanya saya ikut merasakan pesan lagunya: penantian panjang yang akhirnya terjawab bahagia,” ungkapnya.
Claudia Emmanuela Santoso: Suara Global
Jika Meilody menjadi fondasi awal perjalanan lagu ini, maka Claudia Emmanuela Santoso (Audi) membawa Seribu Tahun Cahaya ke ranah global.
Penyanyi asal Cirebon ini, pemenang The Voice of Germany 2019, dipercaya mengisi versi bahasa Indonesia dan Inggris.
Audi mengaku merinding saat pertama kali mendengar lagu tersebut.
“Aku rasa sudah lama tidak ada lagu seperti ini. Liriknya dalam, melodinya puitis, dan penuh rasa,” ujarnya.
Cinta, Musik, dan Perjuangan
James mengaku sengaja memasukkan unsur alat musik berbeda pada tiap versi lagu.
“Pada versi bahasa Indonesia ada unsur angklung dan kolintang. Versi Jepang menghadirkan koto dan shakuhachi, dan sentuhan musik outer space yang dimainkan lewat synthesizer pada versi bahasa Inggrisnya,” ungkap James.
Dengan begitu, Seribu Tahun Cahaya menjadi karya yang menyatukan cinta personal, kolaborasi lintas generasi, dan pesan edukatif tentang industri musik.
Dari ketulusan James kepada sang istri, perjalanan panjang Meilody di awal rekaman, hingga suara mendunia Claudia, lagu ini bukan hanya catatan artistik, tetapi juga cermin perjuangan menjaga keadilan di dunia musik.
Karya Musik dengan Misi Edukatif
Lebih dari sekadar lagu cinta, Seribu Tahun Cahaya juga memiliki misi edukatif.
James ingin mengingatkan pentingnya menghargai setiap peran dalam proses kreatif musik.
Seperti pernah ia katakan kepada Rolling Stone Indonesia pada 2009, “No Song, No Music Industry.”
Dalam produksi ini, James mencatatkan diri sebagai insan musik yang berhak atas hak ekonomi hak cipta karya lagu melalui perannya dari hulu sampai hilir dalam sebuah proses pembuatan fiksasi karya cipta lagu yang mencakup pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
Ia bertindak antara lain sebagai composer, lyricist, arranger, musisi, publishing musik, pemilik master/produser eksekutif, produser musik, sound, mixing and mastering engineer, dan sebagai videographer dari pre- sampai pasca produksi audiovisual pada karya ini.
“Dengan begitu, saya ingin menegaskan bahwa banyak peran yang sebenarnya memiliki hak ekonomi atas sebuah karya,” ungkap James.
Ia juga menyoroti kenyataan pahit di industri musik, di mana beberapa peran sering dipinggirkan oleh klausul kontrak yang tidak adil.
“Saya berharap karya ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi hak ekonomi di era digital, ketika semua data pendapatan sebenarnya sudah tercatat jelas. Semua pihak dalam industri musik Indonesia punya tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk menjaga agar sistem ini berjalan adil dan transparan. Hanya dengan begitu, iklim industri bisa sehat dan berkelanjutan,” tegas pria berdarah Manado dan lahir di Semarang, 1 Desember 1955.
Rilis ini juga mendapatkan penghargaan dari MURI atas rekor “Penerbitan Serentak Single Tiga Bahasa dari Tiga Benua, dengan Peran Terbanyak Berhak atas Hak Ekonomi Hak Cipta Karya Lagu (Seribu Tahun Cahaya)”.
Tentang James F. Sundah
Ir. James Freddy Sundah atau James F. Sundah adalah komponis, penulis lagu, dan produser musik Indonesia yang pertama kali terkenal melalui karya legendaris “Lilin-Lilin Kecil”, dinyanyikan Chrisye (1977).
Sejak lagu ini melejit lewat Lomba Cipta Lagu Remaja Radio Prambors, dan hingga hari ini, “Lilin-Lilin Kecil” berhasil melintasi generasi, sering dinyanyikan ulang oleh penyanyi baru, dan tetap menjadi favorit di radio, sekolah, hingga acara nostalgia musik.
Dengan ciri khas melodi menyentuh hati dan lirik puitis, James telah menciptakan puluhan lagu untuk penyanyi ternama, soundtrack film, hingga proyek internasional.
James juga aktif memperjuangkan hak cipta, menulis soal budaya dan teknologi, serta mewakili Indonesia di forum internasional.
James pernah menjabat Ketua Departemen Teknologi Informasi PAPPRI, anggota Board Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) serta Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 1 dan 2.
Ia menikah dengan pengacara Lia Sundah Suntoso dan menetap di New York bersama putra mereka.