PEMATANGSIANTAR – Penyanderaan seorang wajib pajak yang juga pengusaha berinisial H, oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar diputuskan PN Pematangsiantar dinilai tindakan melawan hukum.
Kasus yang tergolong langka di Kota Pematangsiantar, yang mana jurusita, KPP Pematangsiantar dan Kanwil DJP Sumut II sempat menyandera seorang wajib pajak.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar yang dipimpin Derman Nababan menyatakan mengabulkan gugatan penggugat wajib pajak bernama Heryanto untuk sebagian. Selain itu, hakim menilai tidak sahnya penyanderaan.
“Menyatakan tergugat I dan tergugat II melakukan perbuatan melawan hukum oleh karena melakukan penyanderaan penggugat sejak 1 Januari 2021-28 Februari 2021. Menghukum tergugat I dan II membayar biaya perkara sebesar Rp 520.000,” bunyi putusan tersebut.
Hakim menyatakan pelaksanaan penyanderaan tidak sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000.
Menanggapi putusan ini, Cuaca Teger kuasa hukum pengusaha H, Jumat (23/4/2021) menyambut baik kepada putusan majelis hakim yang langsung diketuai Ketua PN Pematangsiantar.
Penyanderaan yang dilakukan Ditjen Pajak, tambahnya, dinilai kurang memenuhi standar pelaksanaan penyanderaan.
Cuaca Teger menjelaskan, utang pajak sebesar Rp4,7 milyar ini sudah dilunasi awal Maret 2021 lalu karena Wajib Pajak tidak tahan disandera.
Namun, karena gugatan ini sudah diajukan ke pengadilan sebelum utang pajak dilunasi, alhasil gugatan ini harus terus diselesaikan sampai putusan.
Kliennya, menurut Cuaca, juga sudah mengajukan gugatan kedua ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar karena selama seminggu disandera dan digabungkan satu ruangan dengan tahanan lain.
Gugatan ini sedang dalam tahap mediasi. Adapun yang menjadi Tergugat meliputi Pejabat Kakanwil lama, Kakanwil, Kepala KPP Pratama Pematangsiantar, dan juru sita.
“Klien saya juga sedang mengajukan permohonan penghapusan utang pajak ke KPP Pratama Pematangsiantar. Permohonan ini sedang diproses apakah akan diproses oleh KPP, Kanwil, atau Dirjen Pajak,” ujar Cuaca Teger.
Dia menambahkan, proses penghapusan utang pajak ini dilakukan melalui Pasal 23, bukan melalui Pasal 25 atau Pasal 36 UU KUP. (rfh)