TRADISI Kliwonan namanya. Budaya nyekar (ziarah) ke makam orangtua (leluhur) pada saat Jum’at Kliwon (Kamis sore/Ba’da Ashar) hingga Jum’at/Ba’da Ashar).
Kebiasaan orang tua dulu itu hingga kini masih terpelihara, meski hanya sebagian daerah, di seputar Pantai Utara Jawa (Pantura), Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang, Demak, Rembang, Tuban, terus hingga ke Gresik, Jawa Timur.
Bisa jadi, adat ini juga biasa dilakukan di kawasan Selatan, antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
JIKA sudah masuk Kamis sore, situasi pemakaman seperti lebaran. Ramai nian.
Mereka berduyun-duyun mendatangi makam orangtuanya bersama keluarga maupun sendirian. Membawa kembang yang dibeli di pasar atau di depan mulut pintu gerbang makam, dengan harga bervariasi mulai Rp5.000- Rp10.000
BAGI perantau kota besar, mereka sudah membuat jadwal setiap malam Jumat Kliwon pulang ke kampung, apapun situasi dan kondisinya.
KEBIASAAN penduduk kampung ini sebagai bentuk birrul walidain (berbakti kepada orangtua). Barokahnya, dipercaya memudahkan urusan, usaha, dan ekonomi para peziarah.
Bagi mereka, hubungan keluarga tidak hanya ketika hidup saja, tetapi hingga wafat harus dijaga. “Saya menyesal belum bisa membahagiakan saat bapak ibu masih hidup,” begitu kata salah satu peziarah.
DARI Batang, Jawa Tengah, rutinitas ini berasal. Makin meriah, dengan digelarnya pasar malam di Alun-Alun Batang, setiap Malam Jumat Kliwon.
Sekaligus dianggap malam sakral. Jajajan khasnya, yaitu Gemblong dan Klepon. Gemblong berwarna putih bermakna kesucian dan memiliki tekstur lengket bermakna kerekatan (persaudaraan), baik antar masyarakat, kerekatan budaya, dan kerekatan jodoh.
KLEPON yang berwarna hijau identik dengan keagamaan. Bahan dasarnya berupa santan menjadi lambang pendalaman agama, sedangkan cairan gula di dalam klepon yang berwarna merah melambangkan keberanian.
KLIWONAN ini bukan tanpa dasar sejarah. Bermula ketika Ki Bahurekso (Joko Bahu), pasukan Ki Ageng Cempaluk, punggawa Sultan Agung (Raja Mataram) bersemedi pada Malam Jum’at Kliwon saat membangun Bendungan di Sungai Lojahan, setelah berhasil melumpuhkan perompak di kawasan Alas Roban, Batang.
AKSI semedi dilakukan untuk menghilangkan semua gangguan mahluk halus sekaligus membuang batang kayu besar yang menghambat pembangunan bendungan. Dari perpaduan istilah; Ngembat (Mengambil) Batang (Kayu Pohon), kemudian disatukan menjadi BATANG, yang kelak menjadi nama daerah.

SEBAGAI bentuk penghormatan kepada Ki Bahurekso, setiap malam Jumat, berbagai ritual digelar, termasuk bersemedi di Sungai Lojahan.
Namun, lambat laun bergeser menjadi tradisi ziarah ke makam Ki Bahurekso, seiring banyaknya sebagian warga yang berziarah ke makam Sunan Sendang (Sayyid Nur) yang berlokasi di Kabupaten Batang.
MALAM Jum’at Kliwon juga digunakan sebagai tradisi pengobatan anak-anak kecil dengan berguling di depan Masjid Agung Batang. Harapan kita semua, semoga kelestarian budaya bangsa tetap terjaga di tengah percepatan perubahan zaman.
MOHON maaf lahir dan bathin. Semoga bermanfaat. Wallahu’alam.
Nurcholis Qadafi
Wartawan Senior, Penceramah dan Usahawan
