JAKARTA – Saat ini dinilai sedang terjadi upaya kriminalisasi terhadap seorang yang berprofesi sebagai advokat senior di Jawa Tengah.
Adokat Senior ini sudah menjadi pengacara selama 35 tahun, dan dipaksa menjadi pesakitan karena ulah oknum Penyidik Polda Jawa Tengah yang secara terang-terangan menunjukan arogansinya melalui kebingungan yang nyata atau hal lainnya yang dikarenakan ketidakbecusan oknum penyidik dalam menangani perkara ini.
Dan menjadikan seolah-olah seorang advokat pantas menjadi seorang tersangka atau terdakwa.
Pada hari Kamis, 7 Maret 2024 di Pengadilan Negeri Purwokerto, Advokat Senior yang bernama Dr Pramudya SH M Hum menjadi terdakwa menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan oleh Majelis Hakim.
Menurut Penasihat Hukum Dr Pramudya SH M Hum, Nurohman, SH, dakwan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai kabur.
“Menurut pendapat kami, dakwaan JPU sampaikan tadi adalah dakwaan yang kabur, oleh karena itu pada 13 Maret 2024 Minggu depan, hari Rabu kami akan menyampaikan keberatan atas materi dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum,” kata Nurohman, SH kepada awak media usai sidang perdana di PN Purwokerto, Kamis (7/3/24).
Pasalnya, kata Nurohman, SH, kliennya adalah Advokat Senior yang sudah 35 tahun berbuat banyak untuk penegakkan hukum di Tanah Air.
“Klien kami Dr Pramudya SH M Hum itu merupakan seorang pengacara, pengacara yang telah malang melintang selama 35 tahun lamanya, dan telah berbuat banyak pada penegak hukum di Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, sekarang ini, kliennya dijebak oleh oknum penyidik Polda Jateng yang mana dalam surat perindah dimulainya penyidikan (SPDP) berubah-ubah.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN Paradi), Dr. Luhut MP Pangaribuan, SH.,LL.M., mengatakan, advokat dewasa ini, apakah dibenci tapi dirindu.
“Beberapa pertanyaan reflektif yang perlu didiskusikan adalah pertama, kriminalisasi advokat. Sebab dan akibatnya dari faktor eksternal (aparat penegak hukum) dan internal (advokat). Kriminalisasi di sini maksudnya adalah perlakuan eksternal yang dialami advokat dewasa ini ketika menjalankan jabatannya sebagai advokat,” kata Luhut, belum lama ini.
UU Advokat dan Aparat Penegak Hukum
Luhut melontarkan pertanyaan apakah aparat penegak hukum tidak pernah baca Undang-Undang (UU) Advokat.
“UU Advokat sungguh tidak dibaca oleh aparat penegak hukum dan karenanya tidak dihormati serta dilaksanakan,” katanya.
“Buahnya? Kriminalisasi dan bentuk-bentuk degradasi lainnya. Padahal jelas UU Advokat menyatakan advokat adalah penegak hukum. Dalam doktrin rule of law, kemandirian kekuasaan kehakiman memang menghendaki adanya profesi advokat,” jelas Luhut.
“Fungsi profesi advokat itu untuk menjaga bagaimana kekuasaan kehakiman yang bebas itu senantiasa terjaga sebagaiman diatur dalam konstitusi. Dengan kata lain advokat diterima sebagai the guardian of the constitution,” ujar Luhut lagi.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPN Peradi H. Syahrizal Effendi Damanik, S.H.,M.H menyoroti perubahan mendasar: pendekatan Omnibus Law?
“Poin dari pertanyaan ini adalah jika fungsi penyidikan, penuntutan, pembelaan dan pengadilan, tujuannya sama maka mengapa status, kewenangan, fungsi, hak dan kewajiban tidak dituangkan saja dalam satu UU?” katanya.
“Ini sangat logis, benar dan dalam semangat konstitusional, “persatuan” dan “hikmat kebijaksanaan” sehingga dalam menegakkan hukum Keadilan berdasarkan Pancasila akan dapat diwujudkan. Itulah visi kita, perjuangan kita sebagai organisasi advokat,” tukas Syahrizal.