Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Selasa (18/6/24) mengumumkan upaya baru untuk memberikan jalan menuju kewarganegaraan bagi ratusan ribu imigran ilegal di AS yang menikah dengan warga negara Negeri Paman Sam.
Keputusan ini menjadi sebuah langkah di tahun pemilu yang sangat kontras dengan rencana saingannya dari Partai Republik, Donald Trump, untuk melakukan deportasi massal.
Partai yang tergabung dalam Barisan Nasional di Malaysia juga sering mengeluarkan hal yang sama jika mereka mulai terancam kekalahan dalam suatu pemilu.
Para WNI yang lama tinggal di Malaysia khususnya di Sabah, biasanya difasilitasi percepatan untuk mendapatkan status warga negara asal mereka bisa mendukung sepenuhnya Barisan Nasional dalam setiap pemilu.
Tetapi para diaspora Indonesia itu setelah menjadi Warga Negara Malaysia, terkadang dibatasi juga gerak langkahnya baik dalam kegiatan perekonomian apalagi dalam kegiatan politik.
Malah mereka biasa juga dijadikan komoditas untuk dimanfaatkan guna kepentingan lainnya oleh aparat setempat maupun oleh lawan politik dari sponsor para diaspora itu.
Khofifah Indar Parawansa (KIP) yang merupakan bakal calon gubernur (Bacagub) Jawa Timur sepertinya melakukan hal yang hampir mirip guna mendapatkan simpati masyarakat.
Di rumah Prabowo Subianto Jalan Kertanegara Jakarta Selatan Jumat (7/6/24), KIP yang merupakan Ketua Umum Muslimat Nahdatul Ulama (NU) menyampaikan niatnya kepada Prabowo untuk merawat dan memberikan pendidikan di beberapa pesantren di Jawa Timur bagi 1.000 orang anak-anak dan mungkin beberapa ibu-ibu yang terkena trauma perang di Gaza.
Bantuan kemanusian bagi Warga Negara Palestina (WNP) yang dilakukan oleh bangsa Indonesia seperti gagasan KIP di atas, sebenarnya sudah sejak lama dilakukan.
Penggagasnya ialah tokoh Muhammadiyyah Lukman Harun kelahiran Minangkabau (6/5/1934) yang pernah menjadi Ketua Komite Solidaritas Islam (memperjuangkan keadilan bagi umat muslim di dunia yang teraniaya), pimpinan Komite Setia Kawan Rakyat Indonesia-Afghanistan dan Komite Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsa dan Sekretaris Jenderal Asian Conference on Religion and Peace (ACRP).
Beliau pada tahun 1969 pernah menemui almarhum Presiden Yasser Arafat di Yordania.
Pada tahun yang sama ketika ia masih berusia 35 tahun, bertemu langsung dengan Mufti Palestina Syaikh Amin Al-husain di Beirut.
Mufti itu disebut mengikuti betul perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, karena itulah beliau merasa dekat dengan orang-orang Indonesia.
Pada suatu kesempatan, sebagai anggota DPR RI, LH menyampaikan gagasan untuk menampung WNP tetapi lawan politiknya mencibir atas gagasannya itu karena mereka menganggap bahwa masih banyak WNI yang harus diurus sehubungan dengan keterbatasan taraf kehidupannya.
Kembali ke gagasan KIP yg merupakan bacagub Jawa Timur, penulis menyampaikan bahwa hal itu merupakan niat yang sangat mulia karena bernuansa misi kemanusian sangat kental. Namun, bagaimana realisasinya nanti?.
Apakah akan diambil alih oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah Jawa Timur jika KIP terpilih?.
Jika KIP tidak terpilih, berarti hal tersebut hanya merupakan gagasan yang tidak terwujud.
Seperti pada opini-opini dari penulis sebelumnya yg berkaitan dengan bantuan kemanusiaan terhadap WNP yang dilakukan di dalam negeri, setidaknya ada 5 faktor yg harus dipikirkan secara matang.
Pertama. Faktor anggaran yang diperlukan untuk aksi evakuasi, transportasi menuju Indonesia, selama hidup di Indonesia (makan, perawatan kesehatan, biaya pendidikan, akomodasi dan lain-lain) dan anggaran pemulangan mereka ke Palestina.
Disamping itu juga ada biaya Imigrasi berupa biaya visa dan biaya izin tinggal yang harus dibayar.
Anggaran yang harus disediakan itu jumlahnya pasti besar jika yang akan kita bantu sebanyak 1.000 orang.
Kedua. Faktor psikologis masyarakat kita. Di tengah-tengah kondisi masyarakat yg harus memiliki cukup uang untuk kehidupan sehari-hari dan beban berbagai pajak yang besarannya lumayan besar, apakah ada jaminan bahwa situasi akan kondusif saja walaupun ada 1.000 orang asing tinggal di Indonesia dengan fasilitas gratis yang kita sediakan, yang biayanya diambil dari pembayaran pajak masyarakat.
Ketiga. Apakah ada jaminan bahwa mereka para orang asing itu dapat kita kendalikan sehingga tidak mengancam Ipoleksosbud Hankam kita?.
Mohon maaf, pengendalian atas pengungsi Rohingya dan pengungsi internasional lainnya saja kita sepertinya selalu termehek-mehek.
Keempat. Apakah ada jaminan bahwa setelah mereka tinggal di Indonesia dan dikembalikan ke tanah airnya, mereka akan bisa masuk kembali ke kampung halamannya?.
Bagaimana jika kemudian penguasa Tanah Palestina itu masih dikendalikan oleh kaum penjajah yang cengkeramannya semakin kuat karena sedang melakukan proses genosida.
Bisa saja sesaat setelah mereka tiba di kampung halamannya, langsung digenosida.
Kita mungkin hanya bisa marah dan bersedih saja dan tidak mungkin kita melakukan tindakan pembalasan.
Ingat bahwa aset pemerintah dan bangsa Indonesia yang dipersiapkan sejak tahun 2008 berupa Masjid Istiqlal Indonesia yang dibangun di Kota Khan Younis-Jalur Gaza yg dapat menampung 5.000 jamaah, menjadi pusat pembinaan penghafal Alquran dan pusat bantuan kemanusiaan di Gaza, pada bulan Desember 2023 telah dihancurkan oleh kebiadaban Israel.
Kelima. Siapa yg akan mengurus dokumen perjalanan mereka yaitu dokumen sah dan masih berlaku, sebagaimana diatur dalam undang-undang keimigrasian sehingga status dokumen itu merupakan syarat mutlak bagi mereka untuk mendapatkan visa, mendapatkan izin masuk dan izin tinggal dari imigrasi selama mereka di Indonesia.
Dalam keadaan normal, keadaan tidak ada perang saja, mungkin mereka tidak mudah untuk mendapatkan paspor apalagi dalam keadan perang, dalam keadaan menghadapi proses genosida.
Apabila mereka tidak dapat memiliki dokumen dimaksud dan pemerintah tetap akan mengundang mereka untuk masuk dan tinggal di Tanah Air, bisa saja pemerintah memberikan kebijakan khusus misalnya dalam bentuk Peraturan Presiden tetapi isi dari Perpres tersebut tentu saja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Oleh karenanya, sebelum gagasan ini disuarakan lebih kencang lagi misalnya dalam masa kampanye untuk menjadi Gubernur Jawa Timur, penulis memohon agar Ibu KIP berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak imigrasi guna mendapatkan pencerahan agar kehadiran orang asing yang diundang ke Indonesia itu tidak membuat masalah kemudian.
Bisa saja nanti malah masyarakat menjadi tidak simpati kepada ibu dan pemerintah jika kehadiran mereka mengganggu kenyamanan masyarakat kita.
Agar misi kemanusiaan kita terhadap rakyat Palestina tetap terwujud tanpa urusan rumit dan menguras biaya ratusan milyar rupiah yang harus kita keluarkan, maka lakukan saja kegiatan misi itu di Tanah Palestina supaya mereka setiap saat bisa tetap hadir berjuang untuk mempertahakan tanah arinya sebagaimana slogan perjuangannya, “Merdeka atau Mati”.
Kiranya Ibu KIP menyiapkan saja sumber daya manusia dan uang cukup agar kader-kadernya yang disiapkan untuk melakukan misi kemanusiaan itu bergabung dalam Brigade Komposit TNI bentukan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Bagi para WNP yang mati dalam mempertahankan tanah airnya, memperjuangkan kemerdekaan negaranya di medan perang Tanah Palestina, pasti akan mendapatkan status mati syahid, ruhnya tidak menjalani proses pemeriksaan lagi dan langsung mendapatkan tempat terbaik di hadapan Penguasa Seluruh Jagat Alam. Aamiin.
Dodi Karnida HA
Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulsel 2020-2021