Ada jebakan dalam kesibukan yang alih-alih kita pahami sebagai produktivitas yaitu terlalu padat dengan aktivitas. Sehingga rawan membawa kelelahan fisik maupun mental, singkatnya burnout.
Ya, saya mengalami. Bagaimana dengan Anda?.
Terjebak dalam kebiasaan yang membuat jenuh, atau berkeinginan pada ramai dan gaduhnya informasi. Tampak luar seperti malas.
Padahal di dalam diri, tersesat dan tersendat pada gangguan juga kewajiban sehari-hari.
Ya, saya lelah menjadi lelah. Apakah Anda juga?.
Dan hari ini, Sabtu (24/8/24) hari ke 238 di tahun 2024 menyelamati diri karena kembali mengulangi hari Senin, menyemangati diri karena masih tersisa 128 hari lagi menuju 2025.
Tersadar ada yang memudar dan disinilah saya bersiap memutar.
Jeda… Hening sejenak, renung sekejap.
Dulu hidup penuh warna. Spektrumnya membuat kagum dan terperangah. Dari pandemi hingga endemi. Dan sekarang antara tenang dan bimbang.
Saya tidak ingin berdiskusi. Begitupun, saya juga enggan belajar.
Gawat, ada apa ini? Hilangnya hasrat dan semangat…
Bagian terburuknya, saya berusaha mengatasi tetapi saya kehabisan energi. Saya mau namun tidak mampu dan akhirnya (hampir) berhenti mencoba.
Membeku pada pengaturan mode mengulang otomatis. Mengulang Senin, ulang Selasa, ulang Rabu, ulang Kamis, ulang Jumat, ulang Sabtu, ulang Minggu untuk kembali ulang Senin.
Hampir menjadi zombie, berjalan dalam tidur.
Alih-alih berjalan dalam tidur, saya berusaha menjadikan tidur dan istirahat lainnya sebagai jeda yang diupayakan, terlibat, dan sinstesa sebuah “yin” terhadap “yang” yang berarti sama-sama disengaja dan terfokus.
Bekerja dan istirahat sama-sama diperlukan untuk kehidupan yang baik: yang satu menyediakan sarana untuk hidup, yang lain memberi makna pada kehidupan.
Ya, bagaimana kalau saya dan Anda (burnout) bukan karena tidak mampu namun karena kebanyakan mau dan kesulitan membawa perhatian dan kesadaran pada hal yang baru.
Frustasi karena akumulasi stres, berusaha mengatasinya dengan memaksakan diri minim strategi hanya bermodalkan motivasi: “Dorong, dorong, dorong”, “Semangat, semangat, semangat”, “Menyala, menyala, menyala”.
Membuat kita akhirnya tegang, lelah dan mati rasa. Terjebak dan terangkut pada kebanyakan mau, siklus perasaan sibuk dan terganggu.
Kesibukan banyak dampak dengan berpikir berlebihan. Apa pun yang kita khawatirkan, bagaimana-jika, apa yang mungkin terjadi, dan apa yang harus dilakukan…
Ini adalah bagaimana stres yang kita kumpulkan.
Itu juga mengapa kita membutuhkan pengalih perhatian (distraksi). Karena terlalu banyak berpikir menyebabkan tidak berpikir sama sekali.
Jenuh, lelah, capek, matikan. Inilah cara alami kita menenangkan pikiran.
Kita menginginkan gangguan. Minum teh atau kopi, terasa mencandu bukan karena teh atau kopinya, namun karena kita bisa fokus pada hal lain alih-alih memikirkan kesibukan yang kita alami sejak awal juga dorongan eksternal dari teh ataupun kafein.
Dampaknya, kita tidak pernah benar-benar berada. Kita berusaha mengatasinya padahal cukup dengan mengalami, hidup di dalamnya, menari dalam aliran.
Mungkin kelelahan kita bersifat universal, namun cara Saya dan Anda menghadapinya unik.
Dan berkat itu, kami mempunyai potensi untuk membantu diri sendiri dan menginspirasi orang lain dalam prosesnya.
Berikut, ijinkan saya berbagi 10 strategi untuk membantu mengatasi burnout yang membuat kita semakin terampil menemukan dan mengalami hal-hal yang baru di saat ini di link yang tertera di bawah:
1. Menemukan ritme dan rutinitas
2. Cukup tidur dan istirahat
3. Melakukan aktivitas yang menyenangkan
4. Melakukan kegiatan mindfulness atau membawa perhatian pada saat ini.
5. Mencari bantuan
6. Berolahraga
7. Memberikan batasan ( setting boundaries )
8. Memprioritaskan diri : jadilah seorang pemimpin dan tunda kepuasaan
9. Sempatkan berpulih
10. Terapkan pekerjaan ritmis (selang-seling, variasi antara menggunakan-menghabiskan dan memperbarui energi).
Hal yang perlu diingat, itu semua tidak mudah.
Tetaplah untuk berpikiran terbuka saat mempertimbangkan pilihan. Temukan keseimbangan antara kesibukan pekerjaan dengan kesehatan.
Jika burnout dirasa sudah mengganggu dan berlangsung lama. Maka tidak ada salahnya untuk meminta bantuan profesional, bukan untuk memperbaiki visi kita yang ‘rusak’.
Namun, untuk mengingat bagaimana rasanya hidup.
Penulis: Tio Novi