Menulis merupakan luapan ide ataupun gagasan yang ada di otak seseorang untuk dikeluarkan dan dipintal menjadi sebuah karya. Dengan menulis, seseorang dapat mencurahkan apa yang menjadi ganjalan dalam hatinya. Bahkan, menulis menjadikan seorang penulis lebih terkenal dari dirinya sendiri.
Seorang ulama termasyur, Imam Al Ghazali pernah mengatakan bahwa kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar maka jadilah seorang penulis.
Salah satu profesi yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis adalah wartawan atau jurnalis yang bekerja di media surat kabar. Profesi jurnalis ini membutuhkan kecakapan dalam mengolah kata. Bahasa yang digunakan termasuk ke dalam ragam semiilmiah atau lebih dikenal lagi dengan sebutan bahasa jurnalistik.
Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.
Bahasa jurnalistik ini tetap mengikuti aturan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia. Namun demikian, bahasa jurnalisitik harus mudah dipahami oleh pembacanya karena tidak semua pembaca mempunyai waktu banyak untuk membaca karya dari jurnalis tersebut. Makanya, diksi yang digunakan seorang jurnalis haruslah dipilih kata-kata yang tidak sulit atau jelas.
Semenjak dicabutnya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dalam Permenpen No. 1 tahun 1984, ruang bagi jurnalistik pun sangat terbuka luas. Artinya, kebebasan pes pun muncul. Hal ini diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers. Arti kebebasan di sini adalah bukan kebebasan mutlak, melainkan kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab sosial.
Insan pers harus menghormati hak asasi setiap orang dan bertanggung jawab kepada publik. Dunia jurrnalistik bergairah kembali. Sejak saat itulah reforrmasi pers pun dimulai. Profesi jurnalis pun semakin banya diminati.
Seiring perkembangan waktu dan teknologi informasi, pembaca lebih mudah untuk mendapatkan informasi dari kaum pers. Pembaca hanya perlu sekian detik untuk mendapatkan informasi. Dunia maya atau internet telah menghubungkan berbagai informasi di dunia ini. Dikarenakan media massa lebih banyak hadir melalui media online. Media cetak sudah banyak ditinggalkan. Hanya beberapa saja yang masih bertahan. Itupun sudah jauh mengurangi oplah terbitannya.
Seorang jurnalis baik media cetak maupun media online harus memegang prinsip-prinsip jurnalistik atau menaati kode etik jurnalistik. Salah satu prinsip jurnalistik adalah membuat berita yang menarik dan relevan. Selagi dunia ini masih berputar maka setiap hari pula kita mendapatkan informasi atau sebuah berita.
Nah, tugas wartawanlah menyajikan berita tersebut kepada publik atau masyarakat. Profesi wartawan membutuhkan keterampilan. Salah satunya keterampilan menulis. Keterampilan ini bisa diasah dan harus banyak belajar dari kesalahan-kesalahan dalam menulis.
Pada prinsipnya karya jurnalistik bukan langsung jadi (sim salabim) atau karya sembarangan. Hasil tulisan dari seorrang jurnalis haruslah dapat mencerdaskan bagi pembacanya, baik isi maupun bahasa yang digunakan.
Jurnalis merupakan bagian dari pilar demokrasi. Ada empat pilar demokrasi, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers. Sebagai salah satu pilar atau penyanggah demokrasi, pers harus netral. Kenetralan ini dapat dilihat dari sikap ataupun tulisan yang dihasilkan dari jurnalis itu sendiri.
Idealisme seorang jurrnalis harus dipertahankan agar karya yang dihasilkan dapat menyejukkan pembaca. Sampaikanlah kebenaran itu apa adanya sehingga berita yang dihasilkan memang berita kebenaran tanpa ada “iming-iming” agar alam demokrasi tetap terjaga.
Sekali lagi, di akhir tulisan singkat ini jurnalis atau wartawan harus selalu berpegang pada kode etik jurnalistik dalam melakukan profesinya. Kemudian, bahasa yang digunakan pun harus selaras dengan bahasa jurnalistik. Karena bahasa jurnalistik merupakan senjata bagi jurnalis dalam menghasilkan karyanya.
Semoga ke depan, kehidupan jurnalisitik lebih baik lagi, baik konten maupun bahasa yang disampaikan kepada pembaca.
Selamat Hari Pers Nasional tahun 2021.
Penulis:
Dr. Darwin Effendi, M.Pd.
Dosen Universitas PGRI Palembang