Banyak teman mengapresiasi saya. Mereka menilai bahwa perkiraan saya terutama terkait kompetisi yang dilakukan seseorang sering menjadi kenyataan.
Menjawab itu dengan tegas saya katakan ketepatan atas perkiraan yang bakal terjadi sepenuhnya karena TUHAN. Saya mengoptimalkan intuisi yang didasari hati yang bersih.
Sehingga yakin “suara” yang muncul dari hati tersebut adalah “bisikan” dari TUHAN. Di samping itu melihat keseharian dan rekam jejak orang tersebut.
Terutama adalah sikap dan penghargaannya kepada orang lain. Semua itu terkait erat dengan komunikasi.
Jika secara konsisten komunikasinya baik pada semua orang yang didasari hati yang bersih, insya ALLAH apa pun yang diperjuangkannya berhasil.
Banyak orang mendoakan dan memberikan dukungan kepadanya. Diminta maupun tidak.
Kalau yang terjadi sebaliknya, komunikasinya buruk, maka apa pun yang diperjuangkannya sulit berhasil.
Apalagi jika rekam jejaknya tidak bagus.
Semuanya dilakukan secara transaksional. Hanya baik pada orang lain saat butuh saja. Bahkan kesannya pura-pura baik dan akrab.
Itu dilakukan karena ada maunya. Hal tersebut paling gampang ditemui antara lain saat sedang ramai pemilihan anggota legislatif dan ketua organisasi.
Sikap calon yang semula acuh dan tidak menghargai orang lain karena beda level, tiba-tiba berubah 180 derajat.
Kiriman WA dan telepon yang jarang direspon, tiba-tiba berubah jadi sebaliknya. Ramah kepada setiap orang terutama yang berpotensi memberikan suara dan dukungan kepadanya.
Wajah Cerminan Hati
Orang yang sudah tahu karakter aslinya jadi kaget. Sikapnya selama ini yang tinggi hati, tiba-tiba jadi rendah hati. Menyapa semua orang dengan ramah.
Tidak pernah merasa bersalah dengan sifat aslinya itu. Meski dibuat dan “dipermak” sebaik mungkin, bahasa asli tubuhnya tidak bisa dibohongi.
Wajahnya mencerminkan yang ada di hatinya. Makanya saat menemukan orang-orang yang bersandiwara tersebut dengan perilaku seperti pemain drama, tanpa ragu dan dengan tegas saya menyampaikan perkiraan yang bakal terjadi atas kompetisi yang diikuti orang itu.
Hal tersebut saya katakan kepada teman-teman yang dekat dengan saya. “Tanpa bermaksud mendahului TUHAN, saya yakin orang itu (menyebut namanya-pen) tidak berhasil memenangkan kompetisi.
Gagal dalam pemilihan. Uangnya habis untuk mewujudkan ambisinya namun keinginannya tidak terwujud,” ujar saya.
Ada yang bertanya alasan saya menyampaikan itu. Saya jelaskan sejelas-jelasnya dan contoh-contoh nyata. Saat itu mereka hanya mendengarkan saja tanpa berkomentar.
Setelah ada hasilnya, orang-orang yang saya sebutkan itu kalah berkompetisi, baru teman-teman saya menyampaikan komentar senada.
“Perkiraan Pak Aqua tepat sekali. Bapak sangat jeli melihat secara mendalam tentang orang-orang yang berkompetisi tersebut dan akhirnya kalah bertarung.”
Introspeksi Diri
Selama ini meski tidak banyak berkomentar, saya terbiasa melihat orang berkompetisi di berbagai bidang.
Tidak hanya saat pemilihan legislatif dan ketua organisasi, tapi juga kegiatan-kegiatan lainnya.
Keseharian mereka dan sikapnya pada orang lain – menghargai atau tidak – masuk poin tersendiri. Ditambah dengan hal-hal lainnya.
Jika terbiasa melihat sesuatu secara obyektif tanpa pamrih, ditambah hati yang bersih dan menggunakan instuisi maka hasilnya akan sesuai dengan yang bakal terjadi.
Tentu semuanya atas ijin TUHAN. Kepada mereka yang gagal berkompetisi saya menyarankan agar kejadian itu dijadikan pelajaran dan pengalaman berharga.
Terbaik adalah langsung introspeksi diri. “Menelanjangi” dirinya agar bisa menilai secara obyektif.
Ingat, bahwa modal materi yang dimiliki bukanlah segala-galanya. Tidak ada jaminan hal itu membuatnya memenangkan kompetisi.
Sudah banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang materinya sedikit atau pas-pasan yang tampil sebagai pemenang.
Semoga kekalahan dalam berkompetisi membuat orang yang mengalaminya mau introspeksi diri.
Ke depan harus lebih hati, waspada, dan mawas diri. Sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali. Aamiin ya robbal aalamiin…
Dr Aqua Dwipayana
Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional