Home Opini ‘Keletihan’

‘Keletihan’

by Slyika

Badai ini adalah kamu, di dalammu sendiri. Jadi, yang bisa kamu lakukan ya cuma berserah ke situ, masuk ke dalam badai. Ketika badai berakhir, toh kau takkan ingat. Bagaimana kau melewatinya, bagaimana kau bisa selamat. Kita juga tidak pernah mendapat kepastian, apakah badainya benar-benar berhenti. Tapi ada satu hal yang pasti, ketika engkau keluar dari badai, engkau bukanlah orang yang sama dengan yang masuk ke dalam badai dulu. Inilah mengapa terjadi badai. Haruki Murakami, Kafka on the shore.

Kutipan Haruki Murakami di buku Dunia Kafka menjadi cuplikan pembuka sekaligus jembatan semangat dalam acara refleksi akhir tahun 2022 yang diadakan secara online melalui aplikasi zoom yang diselenggarakan layanan psikologi AFi. Direktur Operasional AFI, Dr. Mona Sugiant, M.Psi, Psikolog berlaku sebagai nara sumber menerangkan terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud sebagai “badai dalam kehidupan”.

Menyadari peristiwa yang aneh, tidak masuk akal, dikaitkan dengan berita-berita terkini di sosial media diantaranya perselingkuhan mertua dengan menantu (relasi), berita rawannya bencana alam, apapun itu yang menjadi perihal membuat kita khawatir adalah badai.

Namun dalam mengalami isu-isu kehidupan yang membuat kewalahan, kita di minta untuk merenung, untuk tenang. Loh kok ?.

Psikolog klinis dewasa dengan visi diantaranya menjadi outreach (menjangkau) ini melanjutkan “tentang kendali”, kita tidak bisa meminta dan mengendalikan “badai” toek menjadi tenang.

Alih-alih sejatinya kitalah yang bisa “tenang” ditengah badai dengan harapan kiranya ketika badai usai dan selamat, kita keluar menjadi orang yang tidak lagi sama.

Bagaimana kiat AFI menjadi orang yang berbeda pasca selamat dari badai ?, berikut beberapa petunjuk yang dirangkum dalam daftar menu ayang menjadi inti materi acara refleksi akhir tahun 2022, yaitu : 1. Life storm, penderitaan yang kita alami di tahun 2022.

2. Makna penderitaan, apa Makna dari penderitaan kita. 3. Lessons learned, apa yang kita pelajari dari penderitaan kita?. 4. After the storm, hadiah bagi yang tabah dan setia. 5. Menjadi mercusuar
“selamat” menghadapi bahaya. 6. What next?, meningkatkan kemampuan berbelas asih.

Mona mengkaitkan spirit ini dengan topik yang diusung oleh AFI selama tahun 2022 yaitu sebagai tahun mercu suar.

Menjadi suar laksana cahaya berperan toek mengurangi celaka, meningkatkan kemampuan berbelas kasih dengan menjadikan tag line acara rutin refleksi yang juga diadakan oleh AFI setiap Jum’at malam sepanjang tahun 2022 “Tenang merenung di tengah taufan hidup yang ramai.

Terinspirasi oleh sebuah lagu yang dikenal sejak bangku sekolah menengah dan sangat mempengaruhi pemikiran ibuk beranak tiga yang juga memiliki hobi bermusik ini.

Sambil bergitar, Mona menyanyikan dengan merdu lirik lagu “dayung di arus” :

“Tenang-tenang mendayung. Di dalam ombak selepas pantai. Tenang-tenang merenung, di tengah taufan hidup yang ramai. Di tengah taufan hidup yang ramai. Bila terbawa arus di dalam doa, laut terenang. Sabda penguat doa, resapkanlah didasar hatimu, sedalam laut medan hidupmu”.

Pada kegiatan ini, doktor psikologi Universitas Padjajaran Bandung 2020 ini menjelaskan sudut pandang kebijakan barat dan timur tentang hidup.

Pandangan timur dalam hal ini merujuk filosofi Tiongkok sebagai sumber ajaran kearifan dan laku paling tua dari Timur menelaah hidup sebagai:  Impermanence (manusia makhluk mortal), Imperfections (tidak sempurna), Defeats (kekalahan), dan Dissapoinments (kekecewaan).

Acara yang diformat sebagai refleksi ini menempatkan teori hanya sebagai pengantar dan mendorong para partisipan toek mau mengalami merenung dengan pertanyaan arahan:

Refleksi 1
Penderitaan besar apa (saja) yang anda alami di tahun 2022 ini?. (Catatan : Penderitaan bisa hadir dalam wajah : Penderitaan – fisik – material, psikologis, Relasional, Eksistensial spiritual ataupun campuran).

Refleksi 2. Makna penderitaan
Apa makna dari penderitaan – penderitaan kita ?. Victor frankl inisiator terapi berbasis makna (logotheraphy) mendorong keterampilan toek menemukan makna. “Kita butuh pehamanan dari pengalaman-pengalaman kita”.

Refleksi 3
Apa sari-sari pembelajaran yang diperoleh dari penderitaan-penderitaan tersebut ?. Disela jeda waktu prompt refleksi, ada pertanyaan dari peserta perbedaan makna dengan intisari.

Mona menjelaskan, Makna bersinonim dengan insight (pandangan jernih dari dalam diri). Mona mengangkat contoh hasil refleksi dari pengalaman pribadi “kadar gula darah diatas normal’. Maknanya harus berubah dan menemukan keseimbangan.

Sedangkan intisarinya adalah pembelajaran. Dalam pembelajaran di elaborasi akan menemukan cara, taktik, strategi mengarah kepada kendali tindakan (perubahan perilaku).

Misal Mona belajar mengenal rasa cukup, belajar pengendalian diri, mengurangi gula pasir di minuman, menghindari eskrim.

Refleksi 4
After The storm, hadiah bagi yang tabah dan setia. Meminjam pandangan Mirgain mengenai peran penderitaan dalam hidup kita.

“Kita punya pilihan bagaimana kita menanggapi masa-masa sulit. Kita bisa menutup diri secara emosional dan membiarkan diri kita menjadi keras karenanya atau kita bisa tumbuh dari pengalaman”. (shilagh Mirgain, Ph.D, Psikologi Kesehatan).

Dilengkapi Peran penderitaan versi Rinpoche (biksu dari Tibet) adalah sebagai berikut:  Wisdom, Resilience, Compassion dan Deep respect of reality.

Refleksi 6
What next? Meningkatkan kemampuan berbelas kasih. Compassion (welas asih) merupakan kunci karena kemanusiaan, keterampilan memaknai penderitaan dan rasa syukur bermuara pada welas asih.

Sebagai penutup, tak lupa nara sumber (Mona) dan pembawa acara, psikolog klinis dewasa Ega menginfokan apabila di 2023 layanan Psikologi AFi akan mengusung tema tahunan “Pioneer” 3 jalan meningkatkan belas kasih berpondasi penelitian S3 psikologi Mona dengan pilar kemanusiaan, makna penderitaan dan rasa syukur.

Thio Novi

You may also like

Leave a Comment