Home Opini Analis Keimigrasian dalam Brigade Komposit

Analis Keimigrasian dalam Brigade Komposit

by Slyika

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto membuka kemungkinan melibatkan warga sipil dalam Brigade Komposit yang akan dikirim untuk operasi kemanusiaan di Jalur Gaza, Palestina.

Kemungkinan itu disampaikan Panglima Agus dalam sesi tanya jawab acara silaturahim dan tukar pikiran dengan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor Pusat MUI, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/24).

Sebelumnya pada Kamis (6/6/24), seusai rapat dengan Komisi I DPR RI di Komplek Parlemen Senayan Panglima Agus menyampaikan bahwa “Kita akan membentuk Brigade Komposit yang siap dikirim ke sana”.

Unit satuan ini terdiri dari Batalyon Support, Batalyon Kesehatan, Batalyon Zeni, dan Batalyon Perbekalan. Total 1.212 personel akan terlibat dalam pasukan tersebut.

Rencana TNI itu merupakan respon atas pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait komitmen upaya perdamaian di Palestina yang disampaikannya dalam forum internasional.

“Kami (Indonesia) siap mengirimkan pasukan penjaga perdamaian untuk memberikan perlindungan dan keamanan kepada semua pihak,” kata Prabowo saat menghadiri pertemuan International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangrila Dialogue ke-21, Singapura Sabtu (1/6/24).

“Indonesia juga sangat bersedia mengevakuasi dan merawat 1.000 warga Palestina yg terluka dan membutuhkan perawatan di rumah sakit Indonesia,” ujarnya.

Dalam opini penulis sebelumnya yang berjudul Palestina, Rohingnya dan Kawannya di Indonesia, penulis menyampaikan bahwa misi kemanusian Indonesia bagi Warga Negara Palestina (WNP) merupakan komitmen yang sangat mulia.

Namun, jika kita membawa para WNP itu untuk dirawat kesehatannya di Indonesia kiranya dapat ditinjau ulang karena menurut hemat penulis banyak sekali komponen yang harus diperhitungkan dengan matang terutama tanggungan atas biaya yang timbul dari misi kemanusiaan itu.

Komponen yang harus disediakan itu antara lain kelengkapan dokumen WNP untuk kepentingan penerbitan visa, izin masuk dan izin tinggal keimigrasian.

Dalam keadaan normal saja, para WNP itu belum tentu secara lancar bisa mendapatkan paspor atau dokumen perjalanan lainnya, apalagi dalam keadaan perang, dalam keadaan proses genosida.

Padahal paspor atau dokumen perjalanan lainnya itu syarat mutlak bagi seseorang yang akan memasuki suatu negara.

Adapun soal anggaran, diantaranya harus ada anggaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) imigrasi yaitu biaya visa dan izin tinggal keimigrasian serta perpanjangan izin tinggalnya, anggaran perawatan kesehatan, anggaran transportasi pengangkutan/transportasi pengantaran balik dan biaya makan sehari-hari mereka.

Demikian juga harus ada sponsor yang bertanggung jawab atas keberadaan mereka di Indonesia, harus ada pengaturan jangka waktu perawatan, prosedur pemulasaraan jika mereka wafat di dalam negeri.

Dan yang tidak kalah penting, yaitu harus dipikirkan juga respon masyarakat kita.

Tidak tertutup kemungkinan suatu saat timbul kecemburuan sosial dari masyarakat ketika pemerintah merawat kesehatan sebanyak 1.000 orang asing di rumah sakit pemerintah, sementara masyarakat kita masih ada yang sering kecewa dengan pelayanan kesehatan menggunakan BPJS.

Jika kita tetap akan membawa para WNP itu untuk dirawat di Indonesia, kehadiran pejabat Imigrasi atau Analis Keimigrasian merupakan hal mutlak untuk menjadi bagian dari Brigade Komposit yang berasal dari unsur sipil sebagaimana dimaksud oleh Panglima TNI.

Tugas pejabat/analis keimigrasian itu adalah melakukan verifikasi atas dokumen perjalanan yang dimiliki, menerbitkan visa dan menerakan izin masuk serta izin tinggal keimigrasian pada dokumen perjalanan mereka.

Identitas yang terdapat pada dokumen mereka yang telah diverifikasi itu harus identik dan konsisten dengan data mereka selanjutnya seperti dalam rekam medis dan keperluan administrasi lainnya.

Bagaimana solusinya jika ternyata dari 1.000 orang WNP ada beberapa atau banyak sekali yang menurut peraturan keimigrasian tidak memenuhi syarat untuk diberikan, visa, izin masuk dan izin tinggal?.

Apakah mereka akan ditolak mendarat, ditolak masuk dan kemudian dideportasi?.

Atau dibiarkan saja masuk untuk dirawat tanpa dokumen apapun padahal mereka berstatus sebagai ilegal migran?.

Solusi yang paling tepat untuk mengatasi hal itu adalah diterbitkan Peraturan Presiden Tentang Fasilitas Keimigrasian bagi WNP Korban Perang Tahun 2024.

Oleh karena proses ini bukan merupakan hal mudah, maka penulis tetap mengusulkan bahwa misi kemanusiaan itu tetap dilakukan tetapi dilakukan di luar wilayah Indonesia, dilakukan di wilayah Palestina itu sendiri atau di perairan internasional.

Jika masih tetap misi kemanusian itu akan dilakukan di Indonesia, maka selain unsur imigrasi, unsur sipil dari Brigade Komposit itu kiranya dapat diikutsertakannya pemuka berbagai agama, bukan hanya pemuka agama Islam saja.

Pemuka agama itu harus mendampingi mereka dalam setiap beribadah sepanjang pelayaran maupun memimpin ritual pemulasaraan jika mereka itu menemui ajalnya ketika masih dalam pelayaran.

Sepanjang pelayaran itu juga diperlukan penterjemah bahasa Arab untuk melayani 1.000 orang pasien, harus ada unsur kepolisian dan pejabat Kementerian Luar Negeri.

Pemulasaraan jenazah orang asing itu bukan merupakan hal sederhana, misalnya dibuang ke laut begitu saja tetapi harus dipikirkan juga persetujuan pemulasaraan dari pihak keluarga atau pemerintahnya.

Bagaimana kalau yang wafat di perjalan maupun dalam masa perawatan jumlahnya banyak, tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak tidak suka dengan kegiatan misi kemanusiaan kita, mereka memfitnah pemerintah dan masyarakat kita.

Dan jika sampai terjadi demikian, tentu hal ini sangat ironis, kontradiktif padahal kita sudah berjuang sedemikian rupa melakukan misi kemanusiaan.

Apabila ternyata pejabat/analis keimigrasian tidak dapat diikutsertakan dalam Brigade Komposit tersebut, setidaknya kepada beberapa anggota Brigade Komposit itu diberikan pembekalan masalah keimigrasian.

Dalam pembekalan itu juga, TNI sebaiknya mengundang seorang jurnalis, relawan untuk pembebasan Baitul Maqdis, YouTuber asal Bogor yang sudah 12 tahun menetap di Gaza, Muhammad Hussein.

Sarjana Syariah Universitas Gaza itu pendiri International Networking for Humanitarian (INH) dan beristrikan warga asli Gaza bernama Jinan Raqieeb.

M. Hussein juga bisa dijadikan narasumber untuk mengenal berbagai dokumen, identitas sipil para WNP guna kepentingan administrasi seterusnya.

Dodi Karnida HA

Kadiv Imigrasi Kanwil Kemenkumham Sulsel 2020-2021

You may also like

Leave a Comment