Home Opini Dirjen Katolik Jangan Nantang Perang Salib Umat Islam Indonesia

Dirjen Katolik Jangan Nantang Perang Salib Umat Islam Indonesia

by Slyika

Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama melalui surat No 96/DJ.V/BA.03/9/2024 tanggal 1 September 1l2024 menyurati Kemenkominfo tentang Misa yang dipimpin Paus Fransiscus.

Surat ini menjadi alasan Dirjen PPI Kemenko untuk menyurati media visual televisi swasta agar mengganti Adzan Maghrib dari lantunan suara menjadi Running Text.

Dirjen Bimas Katolik yang ikut mengatur-atur Syariat Umat Islam dinilai over dosis dan merusak kerukunan umat beragama di Indonesia.

Kedatangan Paus Fransiscus yang disambut baik oleh umat Islam termasuk ormas-ormas Islam sengaja dikotori oleh Kemenkominfo dan Kemenag Bismas Katolik.

Mereka terang-terangan menyinggung Adzan yang biasa dikumandangkan di televisi swasta dan mengganti dengan running text, telah membuat marah umat Islam Indonesia.

Apa-apaan lu ikut ngatur Adzan umat Islam, apa si Kafir itu ingin menciptakan Perang Salib di Indonesia?.

Padahal seharusnya umat Katolik tidak menyiarkan tanpa henti acara Misa Paus tersebut. Hormati Indonesia sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia.

Perang Salib

Sejarah perang salib jangan diungkit-ungkit dan dibangkitkan kembali. Umat Islam pernah terluka berat dengan peristiwa pemurtadan dan pembantaian umat Islam oleh gerombolan Katolik di Spanyol pada abad pertengahan lalu.

Apa sesungguhnya misi memaksakan kedatangan Paus ke Indonesia?.

Bagian dari perayaan Prosetilisasi?.

Lalu unjuk massa di Stadion Senayan dengan meminggirkan atribut bahkan Syari’at Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia?.

Jika bukan misi konstruktif seperti dukungan Perdamaian Palestina, maka Paus tak perlu dan tak berguna datang khususnya bagi umat Islam Indonesia.

Lakukan Misa di Gereja saja buat umat Kristiani bukan di Stadion apalagi  disiarkan secara massif dan demonstratif. Adzan umat Islam pun diganggu dan dimasalahkan, kurang-ajar.

Dirjen PPI Kemenkominfo harus mencabut Surat Edaran yang dibuatnya sementara Kemenag Bimas Katolik di samping mencabut surat kepada Kemenkominfo juga harus minta maaf khususnya kepada umat Islam.

Jika tidak, umat Islam wajar jika bertindak sesuai dengan hak yang dimiliki sebagai warga negara dan kewajiban keagamaan dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.

Apabila keadaan ini tetap dibiarkan, maka umat Islam Indonesia berhak untuk menilai dan   memberi predikat atas negara di bawah Rezim Mulyono ini sebagai Negara Sekuler, Negara Islamophobia dan Negara Kafir.

Negara Sekuler karena menjadikan Agama hanya sebagai urusan personal yang demi kepentingan politik, maka agama dapat dipinggirkan atau dikesampingkan.

Negara Islamophobia dimana negara atau pemerintahan Jokowi memang tidak suka pada Islam.

Islam dipakai topeng tapi ingin agar Islam tercabik-cabik seperti pakaian rombeng.

Umat yang lemah, pembebek dan penjilat serta pencium tangan Paus.

Islam radikal, politik identitas, fundamentalis, intoleran adalah sebutan khas rezim Islamophobia.

Negara Kafir merupakan predikat dalam dimensi akidah dan spiritual.

Negara yang oleh Pemerintah dibawa ke arah pembangunan yang semata profan, pragmatis, nir-moral, mistik dan materialistik.

Menciptakan berhala-berhala dengan menafikan Ketauhidan. Negara yang menjadi pengikut Thogut dan meminggirkan nilai Ilahiah serta Syari’at Islam.

Kedatangan Paus dapat memberi manfaat dan dapat pula membawa mudharat bahkan bencana. Jika manfaat patut diapresiasi, tetapi jika mudharat bahkan bencana maka umat Islam siap untuk memerangi.

Wahai Dirjen Katolik Kemenag, jangan coba-coba memprovokasi umat Islam untuk menciptakan Perang Salib Baru (New Crusade) di Indonesia.

M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan

Bandung, 4 September 2024.

Redaktur: Abdul Halim

You may also like

Leave a Comment