Sunan Giri adalah salah seorang ulama anggota Wali Songo yang mempunyai beberapa nama dan gelaran. Salah satunya adalah Joko Samudra.
Sunan Giri alias Joko Samudra itu anak dari Maulana Ishaq, ulama, penyiar Islam dari Malaka yang masih ada keturunan dengan Rasulullah SAW dengan istrinya yang bernama Dewi Sekardadu, anak putri Prabu Menak Sembayun penguasa Kedaton Blambangan – Banyuwangi bagian dari Kerajaan Majapahit. Cucu dari Prabu Hayam Wuruk ( tahun 1350 M – 1789 M ).
Jadi Sunan Giri alias Joko Samudra itu adalah keturunan Rasulullah SAW dan keturunan Raja Majapahit.
Sewaktu masih bayi, masyarakat Blambangan itu masih berpaham Tathoyyur. Percaya bahwa kalau malam-malam ada bunyi burung tertentu akan mendatangkan sial.
Demikian juga kehadiran seseorang ada yang dianggap membawa sial.
Maka kelahiran bayi Sunan Giri alias Joko Samudra itu dianggap membawa sial yaitu merebaknya penyakit yang mewabah di Blambangan.
Maka oleh Patih Bayu Sengata menyuruh Prabu Menak Sembuyu Penguasa Kedaton Blambangan untuk membunuh putra dari Dewi Sekardadu alias Sunan Giri tersebut.
Untuk menyelamatkan anaknya, Dewi Sekardadu lalu melarung anaknya. Anak bayi itu dimasukkan ke dalam peti yang bisa mengapung di laut.
Peti itu kemudian dilarung di dekat Blambangan, Banyuwangi dengan Gili Manuk, Bali.
Kotak peti berisi bayi itu ditemukan dan diselamatkan oleh Abu Hurairah, awak kapal milik Nyai Ageng Pinatih, pengusaha dan hartawan Gresik.
Setelah bayi itu diserahkan ke Nyai Ageng Pinatih, janda kaya mantan istri Koja Machdum, Syahbandar Pelabuhan Gresik, lalu diberi nama Joko Samudra karena ditemukan di laut lepas alias Samudra.
Sewaktu berumur 7 tahun, oleh ibu angkatnya disekolahkan di Pondok Pesantern Ampel Denta – Surabaya yang didirikan oleh Sunan Ampel alias Raden Rahmat.
Oleh Sunan Ampel, namanya lalu diganti dengan Raden Paku. Setelah lulus ia diambil menantu oleh Sunan Ampel.
Sunan Giri alias Raden Paku lalu pergi ibadah Haji ke Tanah Suci. Tetapi perjalanannya hanya sampai di Malaka. Ia lalu mampir ke ayahnya, Syekh Maulana Ishaq di Malaka.
Ayahnya menyarankan agar kembali saja ke Gresik dan mendirikan Pesantren disana.
Sebelum membangun pesantren, Sunan Giri alias Joko Samudra alias Raden Paku membantu Ibu angkatnya Nyai Ageng Pinatih untuk menjalankan usaha perdagangannya.
Perdagangan ibu angkatnya itu tidak hanya di Jawa saja, tetapi merambah keluar Jawa, Sumatra Selatan, Madura, Lombok, Kalimantan , Makassar sampai ke Maluku.
Ditengah kesibukan berdagang itulah beliau menyampaikan Dakwah Islamiyah dengan penuh bijaksana.
Beliau lalu dikenal oleh masyarakat luas, barulah beliau mendirikan Pesantren di Bukit Pegungan, dusun Kedaton, desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Pesanternnya diberi nama Giri Kedaton, berkembang menjadi Kota dan Pusat Pemerintahan sendiri.
Pada tahun 1505 M. Sunan Giri wafat dan jenazahnya dimakankan di Giri kedaton, Gresik.
1. Nama dan Tempat Lahir.
Nama asli Muhammad Ainul Yakin. Lahir di Blambangan tahun 1442 M zaman Mojopahit.
2. Tempat dan tanggal wafat.
Wafat di Giri Kedaton- Gresik 1506 M. zaman Kerajaan Majapahit.
3. Nasab Keturunannya
Ayah : Maulana ishaq.- Ulama besar keturunan Rasulullah SAW melalului jalur Sayyidina Husein putra Siti Fatimah binti Rasulillah SAW.
Ibu : Dewi Sekardadu anak putri Adipati Kedathon Blambangan, cucu Raja Hayam Wuruk Penguasa Kerajaan Majapahit.
4. Keahlian:
a. Berdagang
b. Menulis buku
c. Menulis Kaligrafi
d. Menari
e. Main drama
f. Menabuh gending lagu Asmaradana
g. Membuat permaianan Cublak – Cublak Suweng.
5. Status Sosial
Beristri 2 orang.
a. Dewi Murtasiyah, putri Sunan Ampel – Surabaya.
b. Dewi Wardah.
6. Perjuangannya.
Sejak umur 7 tahun, ia meninggalkan kota Gresik. Oleh Ibu Angkatnya, Nyai Ageng Pinatih di sekolahkan di Pesantren Ampel Denta – Surabaya. Setelah lulus diambil menantu oleh gurunya yaitu Sunan Ampel.
Sunan Giri kemudian berangkat Haji ke Tanah Suci Makkah Al Mukrramah. Karena keterbatasan biaya ia hanya sampai di Malaka.
Ia lalu mampir ke ayahnya, Syekh Maulana Ishaq yang menetap di Malaka. Iapun mendalami Islam dari ayahnya.
Ayahnya menyarankan untuk segera kembali ke Gresik saja dan mendirikan Pesantren.
Sebelum membangun pesantren dan untuk memperluas jaringan dakwahnya, Sunan Giri membantu Ibu Angkatnya berdagang.
Jaringan dagang Ibu Angkatnya itu tidak hanya di Jawa, tetapi sampai Sumatra Selatan. Madura, Lombok, Kalimantan , Makassar Sulawesi Selatan dan Ambon Maluku.
Setelah itu barulah ia mendirikan pesantren yang diberi nama Giri Kedaton. Karena sudah dikenal masyarakat luas namanya, maka pesantren itu cepat berkembang.
Desa Giri lalu menjadi daerah Kedaton lengkap dengan pemerintahannya.Beliau wafat tahun 1505 M dan di makamkan di ketinggian bukitnya.
Sewaktu penulis masih SD kelas 3, mengikuti ayah Miskan bin Dasyrif dan Ibu Ramlah binti Mukelar ziarah ke makam Sunan Giri.
Sebagai anak kecil, saat menuju ke makam harus menaiki tangga yang terbuat dari batu yang lebar. Tangga itu berjenjang ke atas bertingkat tingkat, serasa menuju ke langit.
Dipuncak itulah terdapat makam Sunan Giri. Kuburan itu para ahli Takhayyul Bid’ah dan Churofat (TBC) di bangun Cungkup begitu mewah, sehingga penziarah makin mengkramatkannya.
Seharusnya supaya kuburan itu Syar’i seperti kuburan umum yang kita lihat di Ma’la – Makkah, atau di Baqi’ – Al Madinah Al Munawwarah dan di kuburan Karang Kajen Yogyakarta tempat makam KH Ahmad Dahlan pendiri gerakan Islam Muhammadiyah, seharusnya diratakan dengan tanah.
Bangunan mewah itu diruntuhkan. Sehingga kita dapat melihat kuburan itu apa adanya, seperti kuburan Islam di berbagai belahan dunia tanpa ada ta’dlim ghaibiyah kepada kuburan.
Ke kuburan kita sebagai subyek mengucapkan salam ke ahli kubur dan sebagai obyek dan mendoakan mereka.
Kita segera pulang dari kuburan dan melakukan kegiatan amal soleh buat bekal untuk bertemu dengan mereka di kampung Akherat nanti.
Doanya adalah :
“Assalamualaikum Ya Ahlal Kubur Wa Insya Allah Bikum Laahiquun.”
Kalau kita ingin melihat kuburan Sunan Giri itu dari jarak jauh. Kita bisa melewati tol Surabaya, Gresik, Manyar.
Sebelum sampai di pintu tol Manyar kita bisa melihat bukit yang sangat tinggi di sebelah kanan. Disana ada bangunan putih, itulah Makam Sunan Giri.
“Semoga Rahmat Allah tercurah kepada anda ya Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri”.
7. Peninggalannya.
a. Pesantren Giri.
b. Beberapa hiasan tulisan kaligrafi.
c. Gending Asmaradana – bunyi intrumental gamelan meriah merdu saat ada perhelatan penganten baru yang menggambarkan terhadap mereka yang sedang dimabuk asmara.
d. Permainan anak anak Cublak–cublak Suweng,
Permaianan yang dimainkan sekelompok anak perempuan tiga orang atau lebih. Salah satunya menunduk lalu yang lain membuka telapak tangan dan meletakkannya diatas punggung teman yang menunduk tadi.
Mereka kemudian ramai-ramai menyanyikan lagu Jawa cublak – cublak suweng sampai akhir.
Adapun teks lagu Cublak Cublak Suweng :
Cublak – cublak suweng …. “Ada tempat berharga. Yaitu tempatnya anting-anting.“
Suwenge teng gelenter …. “ Anting- antingnya, yaitu rizki itu teng gelenter ( sudah berserakan ) di muka bumi anugrah Allah Rabbul Izzati “
Mambu katundhung gudel ….. “ Orang bodoh. Minim pendidikan , mereka yang mencari harta dunia tersebut dengan ego nafsunya korupsi dan menyalah gunakan kekuasaan Maka sangat tidak pantas orang pandai dan berkuasa kok mencontoh orang bodoh. “
Pak empo lera – lere … “ Seperti orang tua ompong yang lagi kebingungan karena dikuasai keserakahan “.
Sopo guyu ndeliake …. “ Siapa yang tertawa dia yang menyembunyikannya. Orang yang bijaksanalah yang akan menemukan kebahagiaan sejati.”
Sir pong dele kopong … “ Hati nurani yang kosong. untuk mencapai kebahagiaan abadi harus menghindari kecintaan berlebihan terhadap duniawi, Seperti kacang kedele kosong tak ada isinya.
Maka untuk bahagia kita :
a. Harus menghindari kecintaan kepada duniawi yang berlebihan.
b. Harus rendah hati
c. Harus melatih kepekaan hati nurani untuk tidak melupakan kampung Akherat. (*)
Buku Rujukan :
1. Wikipedia Sunan Giri.
www.id.wikipedia.org.
2. Katadata.
Biografi Sunan Giri yang menyebarkan Islam dengan musik.
www.katadata.co.id
3. Langit Tujuh.
Dolanan Cublak- Cublak Suweng karya Sunan Giri oleh Muhajir.
HM Sun’an Miskan L, Mantan Ketua Muhammadiyah DKI Jakarta
Redaktur: Abdul Halim