Home Opini Selamat Datang di Negeri PMI, Tuan Menteri 

Selamat Datang di Negeri PMI, Tuan Menteri 

by Slyika

Anwar Ibrahim (AI) Perdana Menteri Malaysia (yang sangat anti LGBT ini) akan berkunjung ke Indonesia pada hari Minggu-Senin (8-9/1/23).

Kunjungan ini tentu sangat berharga bagi Indonesia karena ini merupakan kunjungan luar negeri pertama kali yang dilakukan seorang pimpinan negara yang baru menjabat yaitu sebagai perdana menteri ke-10.

Hal yang ingin penulis harapkan atas kedatangan AI di Indonesia antara lain adalah pembahasan mendalam sampai tuntas terkait dengan keberadaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) baik yang legal maupun yang illegal.

Hal-hal yang terkait dengan PMI tersebut antara lain:

1. Salah satu media nasional (Rabu, 5/1/23) memberitakan tentang adanya dugaan praktek pungutan liar (pungli) saat pengiriman para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia yaitu sejak Senin (2/1/23), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) diwajibkan mengurus Visa Dengan Rujukan (VDR) menggunakan pihak ketiga.

Kewajiban mengurus VDR itu diduga dianjurkan oleh Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, yang bernama Visa Malaysia Agency (VIMA) dengan wajib bayar kurang lebih Rp1.115.600. Anjuran itu naik hampir 23 kali lipat dari yang sebelumnya hanya 15 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp50.000 dan langsung dapat berhubungan dengan pihak kedutaan besar Malaysia dari beberapa tempat melalui sistem temu janji dalam talian/online (STO) yang disediakan pihak Malaysia.

Seorang pemerhati penempatan PMI menganggap bahwa praktek ini telah melanggar terhadap Pasal 11 angka 2 dalam MoU atau perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang Penempatan PMI yang telah ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan RI dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, serta disaksikan Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Malaysia pada bulan April tahun 2022.

Pasal 11 angka 2 MoU itu menyatakan bahwa setiap biaya yang timbul akibat penerapan kebijaksanaan, hukum, peraturan dari pemerintah Malaysia akan menjadi beban pihak employer dan dibayar penuh di wilayah hukum Malaysia.

“Kegiatan pemungutan biaya itu dilakukan oleh VIMA di daerah Kuningan City yang bukan merupakan wilayah yurisdiksi Malaysia dan menjadi tambahan beban biaya yang sangat berat bagi calon PMI atau P3MI, khususnya yang akan bekerja pada perusahaan yang tidak membiayai penempatan PMI (Syarikat Non RBA) di Malaysia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI) Nomor 9 Tahun 2020, bagi pengguna berbadan hukum, di luar 10 jabatan tertentu”. Demikian kata pemerhati penempatan PMI tersebut.

Sementara itu salah seorang pengurus Forum Pekerja Migran Indonesia (FPMI) mengungkapkan bahwa informasi yang didapat dari VIMA itu tidak jelas wujud dasar hukumnya dan karena VIMA ditunjuk sebagai pihak ketiga untuk menerima sejumlah uang, maka hal ini harus didalami karena pemungutan uang itu bisa termasuk ke dalam katagori tindakan pungli atau korupsi.

2. Hal yg berkaitan dengan anak-anak PMI yang lahir di Malaysia, sejauh mana jaminan atas:

a. Administrasi identitas/kependudukannya;

b. Anggaran untuk mendapatkan dokumen keimigrasian;

c. Anggaran pendidikannya.
Menurut penulis, pemenuhan identitas kependudukan dan akses terhadap pendidikan mereka merupakan hak asasi yang harus dipenuhi oleh pemerintah Malaysia baik sepenuhnya maupun berbagi dengan Pemerintah RI karena keberadaan mereka sedikit banyak telah berkontribusi atas kemajuan perekenomian Malaysia.

Keberadaan mereka dapat membantu orang tuanya untuk lebih produktif dan ketika mereka sudah dewasa, pasti mereka juga akan berkontribusi sebagai tenaga kerja yang sangat dibutuhkan oleh pengusaha dan atau pemerintah Malaysia.

Adapun yang penulis maksud dengan anggaran pendidikannya antara lain meliputi penyediaan bangunan sekolah, tenaga pendidik dan bahan ajarnya.

3. Penegakkan hukum yang adil terhadap oknum majikan maupun pimpinan korporasi yang telah melakukan tindakan pelanggaran atau kejahatan misalnya tidak memenuhi kewajiban sebagai seorang majikan dan mengabaikan hak-hak pekerja (PMI);

4. Keterbukaan atas uang jaminan sosial para PMI yang dipungut oleh Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO) atau Sosial Security Organization (SOSCO) baik yang dipungut berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja sebelumnya maupun sejak berlakunya undang-undang baru yaitu mulai Tahun 2019.

Demikian juga harus ada keterbukaan atas tabungan pekerja yg berada di lembaga-lembaga keuangan negara Malaysia termasuk hak para pekerja yang sudah wafat atau sudah meninggalkan wilayah Malaysia.

Selain hal-hal di atas, kiranya Presiden Jokowi juga menyampaikan kepada PM Anwar Ibrahim bahwa:

1. Terhadap majikan/korporasi yang telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap para PMI, akan diambil tindakan :
a. tidak memenuhi kebutuhan tenaga kerja Indonesia berikutnya (embargo);

b. akan melakukan tindakan hukum di Indonesia atau menuntut ganti rugi terhadap oknum majikan/pimpinan korporasi yang telah berbuat jahat terhadap PMI dimaksud.

2. Perlu segera dilakukan penuntasan permasalahan perbatasan di Kalimantan termasuk Border Trade Agreement (BTA) dan atau Broder Crossing Agreement (BCA) sehubungan dengan rencana pendirian Ibukota Negara (IKN) di Kalimantan Tengah.

Hal ini penting untuk dibahas karena pengusaha/pemerintah Malaysia punya kepentingan tertentu atas pendirian IKN yang berlokasi di Pulau Kalimantan tersebut.

Dodi Karnida HA

Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulsel 2020-2021

You may also like

Leave a Comment