Ada jebakan dalam kesibukan yang alih-alih kita pahami sebagai produktivitas yaitu terlalu padat dengan aktivitas. Sehingga rawan membawa kelelahan fisik maupun mental, singkatnya burnout.
Ya, saya mengalami. Bagaimana dengan Anda?.
Terjebak dalam kebiasaan yang membuat jenuh, atau berkeinginan pada ramai dan gaduhnya informasi. Tampak luar seperti malas.
Padahal di dalam diri, tersesat dan tersendat pada gangguan juga kewajiban sehari-hari.
Ya, saya lelah menjadi lelah. Apakah Anda juga?
Dan Hari ini, hari ke 149 di tahun 2024 (Selasa,28 Mei 2024) menyelamati diri karena kembali mengulangi hari Selasa, menyemangati diri karena masih tersisa 217 hari lagi menuju 2025.
Tersadar ada yang memudar dan disinilah saya bersiap memutar.
Jeda … Hening sejenak, renung sekejap.
Dulu hidup penuh warna. Spektrumnya membuat kagum dan terperangah. Dari pandemi hingga endemi. Dan sekarang antara tenang dan bimbang. Saya tidak ingin bertengkar. Begitupun, saya juga enggan belajar.
Gawat, ada apa ini? Hilangnya hasrat dan semangat…
Bagian terburuknya, saya berusaha mengatasi tetapi saya kehabisan energi. Saya mau namun tidak mampu dan akhirnya (hampir) berhenti mencoba.
Membeku pada pengaturan mode mengulang otomatis. Mengulang Selasa, mengulang Rabu, mengulang Kamis, mengulang Jum’at, mengulang Sabtu, mengulang Minggu, mengulang Senin, untuk kembali mengulang Selasa.
Hampir menjadi zombie, berjalan dalam tidur.
Alih-alih berjalan dalam tidur, saya berusaha menjadikan tidur dan istirahat lainnya sebagai jeda yang diupayakan, terlibat, dan sintesa sebuah “yin” terhadap “yang” yang berarti sama-sama disengaja dan terfokus.
Bekerja dan istirahat sama-sama diperlukan untuk kehidupan yang baik: yang satu menyediakan sarana untuk hidup, yang lain memberi makna pada kehidupan*
Ya, bagaimana kalau saya dan Anda (burnout) bukan karena tidak mampu namun karena kebanyakan mau dan kesulitan membawa perhatian dan kesadaran pada hal yang baru.
Frustasi karena akumulasi stress, berusaha mengatasinya dengan memaksakan diri minim strategi hanya bermodalkan motivasi:
“Dorong, dorong, dorong”, “Semangat, semangat, semangat”, “Menyala, menyala, menyala”.
Membuat kita akhirnya tegang, lelah dan mati rasa. Terjebak dan terangkut pada kebanyakan mau, siklus perasaan sibuk dan terganggu.
Kesibukan banyak dampak dengan berpikir berlebihan. Apa pun yang kita khawatirkan, bagaimana-jika, apa yang mungkin terjadi, dan apa yang harus dilakukan… Ini adalah bagaimana stres yang kita kumpulkan.
Itu juga mengapa kita membutuhkan pengalih perhatian (distraksi).
Karena terlalu banyak berpikir menyebabkan tidak berpikir sama sekali.
Jenuh, lelah, capek, switch off. Inilah cara alami kita menenangkan pikiran.
Kita menginginkan pengalih perhatian (distraksi).
Minum teh atau kopi, terasa mencandu bukan karena teh atau kopinya, namun karena kita bisa fokus pada hal lain alih-alih memikirkan kesibukan yang kita alami sejak awal juga dorongan eksternal dari teain ataupun kafein .
Dampaknya, kita tidak pernah benar-benar berada.
Kita berusaha mengatasinya padahal cukup dengan mengalami, hidup di dalamnya, menari dalam aliran, lepas, berpotensi sembuh kembali menjadi utuh.
Membawa perhatian pada saat ini dengan mengerjakan satu hal (mono tasking), bekerja sama sesuai alami otak bukan melawan, akan membantu walau belum lantas otomatis menentu.
Mungkin kelelahan kita bersifat universal, namun cara saya dan Anda menghadapinya unik.
Dan berkat itu, kita mempunyai potensi untuk membantu diri sendiri dan menginspirasi orang lain dalam prosesnya.
Tio Novi