Saat pikiran memilih diam, tubuh kadang bicara lewat nyeri, gelisah, atau rasa yang sulit dijelaskan. Apa yang bisa kita lakukan agar lebih terhubung dengan bahasa tubuh dan mulai pulih pelan-pelan?
Oleh: Tio Novi | Rubrik Pelan-Pelan Pulih
Pernah merasa lelah tanpa sebab? Atau tiba-tiba sesak, gelisah, padahal hidup terlihat “baik-baik saja”?
Bisa jadi itu bukan sekadar “baper.” Tubuh kita menyimpan jejak yang tak selalu sempat terucap dan itu bukan kelemahan, itu adalah pesan.
Menurut Bessel van der Kolk, psikiater dan penulis The Body Keeps the Score, trauma yang tak terselesaikan tidak hanya tinggal di pikiran, tapi juga di dalam tubuh. Hal ini dikenal dengan istilah somatic memory, atau ingatan tubuh.
Berikut ini lima cara sederhana dan reflektif untuk mulai memahami pesan-pesan tubuhmu, sekaligus mendekat pada proses pemulihan secara holistik:
1. Dengarkan Tubuh Seperti Mendengar Teman Lama
Tubuh punya bahasa sendiri, kadang lewat nyeri leher, gangguan tidur, atau perut yang tiba-tiba mulas saat cemas.
Alih-alih mengabaikannya, coba tanyakan dengan lembut. “Apa yang ingin kamu sampaikan hari ini?”
Tip praktis:
Luangkan 5 menit sehari untuk duduk diam, napas perlahan, dan rasakan bagian tubuh yang terasa menegang. Tanpa menghakimi, cukup beri perhatian. Itu sudah bentuk kasih sayang pertama.
2. Sadari Pola, Bukan Cari Salah
Menurut ilmu neuroplastisitas, otak dan tubuh kita bisa berubah. Tapi perubahan hanya mungkin jika kita mengenali polanya.
Misalnya: merasa gelisah tiap kali menerima pesan dari sosok tertentu, atau sakit kepala setelah mengabaikan kebutuhan istirahat.
Tip praktis:
Buat catatan harian tubuh: “Hari ini aku merasa… ketika…”
Koneksi ini akan membantu kita mengenali sinyal sebelum tubuh ‘berteriak’ lebih keras.
3. Peluk Diri Lewat Napas dan Gerak
Somatic-based therapy seperti mindful movement dan trauma-informed yoga bukan sekadar tren. Gerakan yang pelan dan napas yang sadar membantu sistem saraf kita keluar dari mode “siaga bahaya” (fight/flight) ke mode aman (rest/digest).
Tip praktis:
Coba gerakan ringan setiap pagi: regangkan tangan sambil tarik napas, dan hembuskan perlahan sambil berkata dalam hati: “Aku aman, aku hadir.”
4. Validasi Emosi Lewat Tubuh, Bukan Logika Semata
Pendekatan psikologi humanistik mengajarkan pentingnya unconditional positive regard, menerima diri, bahkan saat tubuh terasa lemah.
Ingat, tubuh tak salah karena merasa. Ia hanya sedang memberi tahu bahwa ada yang belum selesai.
Tip praktis:
Alih-alih bertanya “kenapa aku begini?”, coba ubah jadi. “Apa yang dibutuhkan tubuhku hari ini?”
Mungkin bukan solusi. Mungkin hanya ingin dimengerti.
5. Sentuh Spiritualitas: Tubuh Juga Ayat-Nya
Dalam spiritualitas Islam, tubuh adalah amanah. Bahkan dalam QS Adz-Dzariyat: 21, disebutkan bahwa “pada dirimu sendiri, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah.”
Maka merawat tubuh bukan egois. Itu adalah bentuk ma’rifat, mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya yang paling dekat: diri sendiri.
Tip praktis:
Luangkan waktu untuk berdoa atau sholat dengan kesadaran tubuh. Rasakan setiap gerakan sebagai pelukan lembut untuk jiwa.
Penutup:
Kadang, kita tak bisa langsung menyembuhkan. Tapi dengan mulai mendengar, merasakan, dan menyapa tubuh, kita sedang membuka pintu pulih perlahan.
Karena tubuhmu tak pernah lupa. Dan ia pun tak pernah berhenti berharap, agar suatu hari, kamu benar-benar kembali padanya.
Rubrik ini merupakan bagian dari ruang reflektif “Pelan-Pelan Pulih”, yang diasuh oleh Tio Novi, penyintas, konselor bersertifikasi CCT & REBT, serta penggerak pendekatan holistik-dialektis.
Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti konsultasi profesional.
Jika Anda sedang mengalami tekanan emosional atau krisis psikologis, berkonsultasilah dengan psikolog, psikiater, atau tenaga ahli terpercaya.